Setiap manusia pasti menginginkan kebahagian, namun kadang kita  hanya berharap tampa bekerja. Begitu pulah dengan prilaku seseorang kadang hanya ingin dihargai, padahal kebagaian akan ada bila kita bisa memaknai hidup ini dengan kuhum alam yang telah ada, sebab kesenangan tak luput dari penderitaan begitu pula sebaliknya.

Dibawah ini saya sajikan percakan seorang guru dan muritnya yang ingin mendapatkan kedamaian:

M: Guru, Aku sedang mengalami masalah?

G: Masalahmu pasti berlanjut, Anakku.

M: Mengapa Guru tidak memberiku harapan agar masalahku itu berlalu?

G: Hidup memang begitu, Anakku. Masalah akan muncul, berlalu lalu berlanjut lagi.

M: Bagaimana aku bisa bahagia, Guru, jika mengetahui hal seperti itu?

G: Aku bisa saja menyenangkanmu dengan memberi harapan, namun kau tidak akan pernah damai, Anakku.

M: Mengapa bisa begitu?

G: Damai dan bahagia itu hanya bisa terjadi apabila kau menerima dua sisi kehidupan, bukan hanya satu sisinya saja.

M: Aku belum siap, Guru.

G: Mengapa kau belum siap hidup lebih damai?

M: Kesenangan lebih penting bagiku daripada kedamaian. Nampaknya itu yang terjadi.

G: Kau hanya memihak pada satu sisi. Namun kenyataannya dua sisi itu selalu silih berganti. Jika kau telah mengetahui hal ini, maka keberpihakan hanya membuatmu semakin menyulitkan diri.

M: Aku takut kehilangan kesenangan, Guru.

G: Kau hanya akan merasa kehilangan pada apa yang kau lekati. Jika tidak melekatinya, maka kau akan melepas tanpa kehilangan sesuatu apapun.

Dengan percakapan diatas dapat dimaknai bahwa barang siapa yang tidak bisa menjalani hidup di dua sisi antara penderitaan dan kebahagian maka dia tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan. Karena kehidupan ini seperti air yang tidak selamanya jerni.