Para peneliti juga mengatakan dalam the journal Nature, bahwa penemuan di Indonesia itu telah mengubah ide-ide tentang bagaimana manusia pertama kali mengembangkan kemampuan untuk menghasilkan seni.

Ilmuwan Australia dan Indonesia telah menelusuri lapisan pertumbuhan mirip stalaktit yang telah terbentuk lebih dari garis yang diwarnai bentuk tangan manusia. Seniman awal membuatnya dengan menorehkan “cat alami” secara hati-hati di sekitar tangan mereka yang terkatup rapat ke dinding dan langit-langit gua.

Lukisan ini, dari Bone, adalah sejenis endemik liar yang kerdil yang hanya ditemukan di Sulawesi. Di mana menurutnya, hewan endemik itu mungkin diburu oleh penduduk sekitarnya. Selain itu, ada pula lukisan dengan bentuk sosok manusia dan gambar binatang berkuku liar yang hanya ditemukan di pulau tersebut.

Dr. Maxime Aubert dari Griffith University di Queensland, Australia, menjelaskan bahwa salah satu dari lukisan tersebut mungkin adalah jenis yang paling awal. Aubert adalah ilmuwan yang menelusuri lukisan yang ditemukan di Maros, Sulawesi Selatan.

“Usia minimum untuk lukisan garis tangan tersebut adalah 39.900 tahun, yang membuatnya sebagai stensil tangan tertua di dunia,” kata Dr Aubert, seperti dilansir dari BBC, Rabu (8/10/2014).

Selanjutnya, ada pula lukisan berbentuk babi yang memiliki usia minimal 35.400 tahun yang lalu. Dan ini adalah salah satu gambaran kiasan tertua di dunia atau salah satu yang tertua. Di samping itu, ada pula lukisan di gua-gua itu yang berusia sekitar 27.000 tahun yang lalu.

Itu artinya, penduduk setempat telah melukis selama setidaknya 13.000 tahun yang lalu. Ada juga lukisan di sebuah gua di kabupaten Bone, yaitu sekitar 100 km sebelah utara dari Maros, Sulawesi.

Namun itu tidak dapat ditelusuri, karena pertumbuhan seperti stalaktit yang digunakan untuk menentukan usia seni tidak muncul. Akan tetapi, para peneliti percaya bahwa lukisan-lukisan itu mungkin berusia sama seperti lukisan yang ada di Maros, karena gayanya yang identik antara keduanya.

Penemuan seni gua di Indonesia adalah penting, karena itu menunjukkan awal dari kecerdasan manusia seperti yang manusia fahami saat ini. Profesor Chris Stringer dari natural History Museum, mengatakan temuan ini mungkin menjauhkan dari pandangan yang Euro-sentris, dalam sebuah ledakan kreatif yang khusus ke Eropa.

Sebenarnya, ujar Ramli, pada awal tahun 1980 terdapat lebih banyak lukisan gua dalam bentuk stensil tangan. Namun sayangnya lukisan itu sekarang banyak yang mengalami kerusakan.

Aktivitas penambangan  marmer oleh perusahaan tambang dan penumpukan-penumpukan jerami di dalam gua oleh masyarakat, kata Ramli, banyak merusak stabilitas lingkungan di dalam gua. Sehingga banyak lukisan gua manusia purba yang rusak.

Makanya, ujar Ramli, harus ada  studi konservasi untuk mencari cara terbaik dalam menjaga lukisan gua ini tetap bertahan. Sehingga anak cucu masih bisa menyaksikan lukisan gua manusia purba leluhur.

Lukisan Gua Maros Berumur 40.000 Tahun (baca)