Apa itu sembahyang?

Sembahyang berasal dari kata “sembah” dan “hyang”; artinya menyembah atau memuja hyang. Meskipun kini digunakan sebagai ibadah beberapa agama di Indonesia, istilah  ini memiliki akar pada pemujaan arwah leluhur dan roh-roh penjaga alam yang disebut hyang yang kemudian dikaitkan dengan dewa-dewa dalam kepercayaan Hindu.

Sembahyang adalah suatu bentuk kegiatan keagamaan yang menghendaki terjalinnya hubungan dengan Tuhan, dewa, roh atau kekuatan gaib yang dipuja, dengan melakukan kegiatan yang disengaja. Sembahyang dapat dilakukan secara bersama-sama atau perseorangan.

Apa hubungan sembahyang dan doa?

Keduanya berbeda dalam pelaksanaan, doa lebih bersifat spontan dan personal, dan bukan ritual. Sedangkan sembahyang lebih direncanakan dan merupakan suatu ritual. Sedangkan persamaannya adalah merupakan aktivitas sebuah bentuk komunikasi antara manusia dengan Tuhannya.

Apa saja persembahyangan di Hindu?

Setiap hari umat Hindu melakukan sembahyang Trisandya.  Doa ini dilakukan sehari 3 kali pada saat pergantian waktu, yaitu pagi, siang dan sore. Umat Hindu melakukan berbagai macam persembahyangan, doa (Sanskerta: prārthanā) atau puja. Persembahyangan, selain rutin sembahyang sehari-hari, dilakukan juga di beberapa hari suci dalam Agama Hindu.

Kesemuanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan spiritual pribadi atau mencapai pencerahan spiritual. Hindu dapat bersembahyang kepada kebenaran dan keberadaan absolut tertinggi yang disebut Brahman, atau secara umum ditujukan kepada salah satu manifestasinya dalam Trimurti, yakni Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, Shiwa sebagai dewa penghancur.

Apa manfaat sembahyang?

Pada dasarnya sembahyang dilakukan untuk mencapai kepuasan spiritual.  Bersembahyang juga bisa memelihara kesehatan, baik jasmani dan rohani.  Pada saat bersembahyang pikiran tertuju pada Tuhan sehingga pikiran menjadi jernih.  Rangkaian sikap dalam persembahyangan juga membuat otot dan pernafasan bagus.

Dengan bersembahyang kita dididik untuk memiliki sifat ikhlas.  Semua yang ada di dunia ini tidak abadi.  Kecantikan atau ketampanan wajah bisa hilang dalam waktu sekejab, begitu juga kekayaan, kepandaian dan kejayaan.    Ikhlas bukan berarti menyerah dan tidak berusaha.  Menerima nasib bukan berarti berdiam diri, tetapi kerja, nasib adalah kenyataan dari kerja.

Bagi yang rajin sembahyang akan merasa dekat dengan Tuhan dan menghayati kekuasanNYA.  Rasa ikhlas dapat meringankan penderitaan dan kegelisahan jiwa.  Karena sembahyang berarti menyerahkan diri pada Tuhan.  Menerima semua kenyataan dan meyakini karma adalah takdir Tuhan. Hidup terasa ringan dan tanpa penderitaan.

Secara ringkas sembahyang akan menyehatkan lahir dan batin.

1. Menentramkan jiwa
2. Menjauhkan dari belenggu materi
3. Menumbuhkan cinta kasih
4. Mendidik untuk hidup sederhana
5. Menyayangi alam
6. Menyehatkan badan

Bagaimana umat Hindu bersembahyang?

Sebelum mulai sembahyang, didahului dengan penyucian badan dan sarana sembahyang.
  1. Duduk dengan tenang. Melakukan pranayama dan mengucapkan mantram “Om prasada sthiti sarira siwa suci nirmalaya namah swaha”. Artinya: Ya Tuhan, dalam wujud Hyang Siwa,hambaMU telah duduk tenang, suci dan tiada noda.
  2. Membersihkan tangan (jika ada air menggunakan air, atau bis dengan menggosokkan bunga).  Mantram: Tangan kanan di atas kiri  ” Om suddha mam swaha” artinya Ya Tuhan, bersihkan tangan hamba;  tangan kiri di atas tangan kanan “Om ati suddha mam swaha”  artinya Ya Tuhan, lebih bersihkan lagi tangan hamba.
  3. Jika tersedia dupa, peganglah dupa yang sudah dinyalakan itu dengan amusti  dan mantram “OM Am dupa dipastraya nama swaha” artinya Ya Tuhan/Brahma tajamkanlah nyala dupa hamba sehingga sucilah sudah hamba seperti sinarMU.
  4. Melakukan Trisandya.
Mari kita mendekatkan diri pada Tuhan.  Selalu mengingat beliau Yang Kuasa dengan bersembahyang.  Kita jalani dengan ikhlas dan mendapatkan manfaat yang berlipat ganda. Dengan sembahyang jiwa akan tenang. Pikiran penuh dengan kreativitas. Dengan kreativitas maka kita sukses berkarya sehingga artha bisa mendukung kita untuk melakukan dharma.

Brahma Purana 221.16 disebutkan dharma bertalian dengan artha dan kama, tidak menentang artha tapi mengendalikan.  Sebaliknya dalam Santi Parwa 123.4 disebutkan artha dikatakan alat untuk kama tetapi artha sebagai sumber dharma.