PERJALANAN PERTAMA ATMA MELINTASI ALAM ANTARABHAVA MELALUI JALUR LORONG CAHAYA

Setelah berakhirnya tahap transenden ketiga [gerakan penyatuan kesadaran dengan cahaya atman, yaitu kemunculan cahaya atman atau paramajyotir], bagi atma yang gagal mengalami moksha dia akan memasuki kondisi sushupti [tidur lelap tanpa mimpi] untuk jangka waktu tertentu. Setelah terbangun dia akan mendapati dirinya melakukan perjalanan melintasi alam antarabhava.

Alam Antarabhava merupakan ruang kosong yang merupakan ruang antara atau alam perbatasan, diantara dimensi alam Marcapada [alam dunia fisik dimana kita manusia menjalani kehidupan] dengan dimensi-dimensi alam lainnya. Dalam beberapa buku-buku suci Hindu, Antarabhava juga disebut dengan Antariksha. Alam antarabhava ini hampir seluruhnya adalah ruang kosong yang sangat gelap. Tapi ada bagian dari alam antarabhava ini berupa jalur lorong cahaya dengan aneka warna yang merupakan jalan menuju alam-alam suci. Pada perjalanan pertama atma melintasi alam antarabhava, yaitu setelah berakhirnya tahap transenden ketiga, atma akan melewati jalur lorong cahaya ini.

Ketika tahap transenden ketiga itu terjadi, disana kesadaran atma kembali sepenuhnya sempurna, bebas dari segala bentuk lapisan badan. Tapi kalau atma gagal mencapai moksha, maka kesadaran atma akan “melompat” berpindah kembali ke lapisan-lapisan badan sambil melakukan perjalanan melintasi alam antarabhava melalui jalur lorong cahaya, yang merupakan jalan menuju alamalam suci.

Ini terjadi sebagai akibat dari dua kali kegagalan berturut-turut atma dalam dua kesempatan mengalami moksha. Nantinya sepanjang perjalanan melintasi alam antarabhava tersebut, terdapat kesempatan demi kesempatan untuk masuk alam suci dan kalau gagal kesadaran atma akan terus jatuh atau terus menurun. Berikut adalah perpindahan atma kembali ke lapisan-lapisan badan serta rangkaian perjalanan dan kesempatan masuk alam-alam suci :

1. Melintasi lorong cahaya alam antarabhava dengan anandamaya kosha

Ketika tahap transenden ketiga terjadi, disana kesadaran atma kembali sepenuhnya sempurna, bebas dari segala bentuk lapisan badan. Tapi kalau atma gagal mencapai moksha, maka atma akan masuk kondisi sushupti [tidur lelap tanpa mimpi] selama beberapa waktu. Setelah itu kesadaran atma akan mengalami kejatuhan atau menurun dari kesempurnaan, yaitu kesadaran atma akan “melompat” berpindah ke lapisan badan anandamaya kosha dan melakukan perjalanan melintasi alam antarabhava melewati jalur lorong cahaya menuju alam-alam suci. Badan anandamaya kosha ini sendiri adalah badan berwujud cahaya.

Atma tiba-tiba akan mendapatkan dirinya ada di dalam bentangan dunia cahaya yang terang, jernih, transparan dan berwarna-warni, yang seolah tidak terbatas. Berkemilau, indah mempesona dan terus bergerak seirama aliran energinya. Ini adalah pencerapan [penglihatan, pendengaran, pengalaman] dimensional atma terhadap lorong cahaya alam antarabhava dengan lapisan badan anandamaya kosha. Kunci keberhasilan pelintasan disini adalah kita harus dapat terserap ke dalam atman / terserap dalam samadhi [atau dalam bahasa yang sederhana, bathin yang damai, jernih dan tenang-seimbang]. Kita harus dapat terus mempertahankan kondisi kesadaran ini.

Kalau berhasil terus-menerus mempertahankan kondisi kesadaran terserap ke dalam atman / terserap dalam samadhi, atma akan masuk menuju alam-alam suci tingkat paling tinggi atau Satya Loka. Dimensi alam suci tingkat ke-lima atau tertinggi dimana siklus samsara sudah berakhir. Dan ketika ini terjadi lapisan badan linga sarira, sukshma sarira, karana sarira dan vijnanamaya kosha akan
sepenuhnya terurai [meninggal]. Kalau atma gagal mempertahankan kondisi kesadaran terserap ke dalam atman, dengan kata lain merasa terusik, mundur dan berpegangan erat dengan segala kecenderungan dari masa kehidupan. Maka pengalaman ini bisa berlangsung hanya selama 1 – 2 detik saja. Dia akan melewatkannya begitu saja dan bahkan sangat mungkin tidak sadar dengan adanya pengalaman ini.

2. Melintasi lorong cahaya alam antarabhava dengan vijnanamaya kosha

Ketika perjalanan melintasi lorong cahaya alam antarabhava gagal dilakukan dengan menggunakan lapisan badan anandamaya kosha, maka kesadaran atma akan semakin jatuh atau semakin menurun. Yaitu kesadaran atma akan “melompat” dari lapisan badan anandamaya kosha berpindah ke lapisan badan vijnanamaya kosha dan terus melanjutkan perjalanan melintasi alam antarabhava melewati jalur lorong cahaya menuju alam-alam suci. Badan vijnanamaya kosha ini sendiri adalah badan berwujud cahaya.

Karena lapisan badan yang digunakan sebagai wahana berubah, maka pencerapan [penglihatan, pendengaran, pengalaman] dimensional atma juga akan berubah. Bentangan cahaya warna-warni yang indah tersebut kemudian akan berubah bentuk menjadi bola-bola cahaya putih terang berbagai ukuran yang jumlahnya sangat banyak. Pada saat itu juga terdengar riuh dentuman suarasuara sangat keras seperti suara ribuan petir menggelegar. Artinya yang kemudian terlihat hanyalah bola-bola cahaya yang jumlahnya sangat banyak tidak terhingga, yang cemerlang menyilaukan, memukau dan sinarnya menembus segala sesuatu. Serta suara-suara gelegar yang dahsyat. Ini adalah suasana amat dahsyat yang memenuhi seluruh penglihatan dan pendengaran kita sedemikian kuatnya, sampai mungkin membuat kita merasa terancam, takut dan panik.

Bola-bola cahaya dan suara gelegar ini muncul dari dinamika cahaya dan aliran gelombang energi alam antarabhava ini. Semuanya ini sesungguhnya sama sekali tidak akan dapat menyakiti kita. Sebaliknya cahaya dan energi inilah yang sedang membantu atma mengurai dan membersihkan energi kegelapan dan keterikatan dalam badan-badan halus kita. Sehingga sama sekali tidak ada alasan untuk takut. Kunci keberhasilan-nya disini adalah kita harus dapat terserap ke dalam atman / terserap dalam samadhi [atau dalam bahasa yang sederhana, bathin yang damai, jernih dan tenang-seimbang]. Kita harus dapat terus mempertahankan kondisi kesadaran ini.

Kalau berhasil terus-menerus mempertahankan kondisi kesadaran terserap ke dalam atman / terserap dalam samadhi, atma akan masuk menuju alam-alam suci Tapa Loka. Dimensi alam suci tingkat ke-empat dimana siklus samsara sudah berakhir. Dan ketika ini terjadi lapisan badan linga sarira, sukshma sarira dan karana sarira akan sepenuhnya terurai [meninggal].

Umumnya atma yang tidak terlatih dan tidak memiliki pengetahuan akan merasa terkejut dan bahkan takut di tahap ini. Karena suasana dahsyat ini memenuhi seluruh pencerapan. Kalau disini atma gagal mempertahankan kondisi kesadaran terserap ke dalam atman, maka pengalaman ini bisa berlangsung
hanya selama 1 – 2 detik saja. Dia akan melewatkannya begitu saja dan bahkan sangat mungkin tidak sadar dengan adanya pengalaman ini.

3. Melintasi lorong cahaya alam antarabhava dengan karana sarira

Ketika perjalanan melintasi lorong cahaya alam antarabhava gagal dilakukan dengan menggunakan lapisan badan vijnanamaya kosha, maka kesadaran atma akan semakin jatuh atau semakin menurun. Yaitu kesadaran atma akan “melompat” dari lapisan badan vijnanamaya kosha berpindah ke lapisan badan karana sarira dan terus melanjutkan perjalanan melintasi alam antarabhava melewati jalur lorong cahaya menuju alam-alam suci. Badan karana sarira ini sendiri adalah badan berwujud cahaya.

Tiba-tiba atma akan melihat lautan bola-bola cahaya berbagai ukuran yang jumlahnya sangat banyak tadi itu, akan menyatu dan larut membentuk wujud jutaan dewa-dewi. Pandangan atma akan dipenuhi oleh jutaan dewa-dewi dalam berbagai ukuran. Masih akan tetap terdengar riuh suara-suara keras menggelegar laksana ribuan petir sebelumnya itu, sebagai ciri-ciri bahwa atma masih melakukan perjalanan melesat di alam antarabhava.

Ini adalah sebuah situasi yang baik, karena sebabnya pertama ini adalah keadaan dimana para dewa-dewi turun dan memberikan kita kesempatan pertolongan memasuki alam-alam suci. Sebabnya kedua karena salah satu aspek dari karana sarira adalah lapisan badan ini merupakan "gudang" tempat penyimpanan rekaman atau ingatan seluruh kehidupan-kehidupan kita dan karma-karma kita. Di moment ini kita akan menemukan bahwa diri kita memiliki ingatan yang tidak terhalangi. Kita akan mampu mengingat seluruh rangkaian kehidupan masa lalu dan mengingat apapun seluruh ajaran yang pernah dipelajari.

Kunci keberhasilan lintasan disini adalah kita harus dapat terserap ke dalam atman / terserap dalam samadhi [atau dalam bahasa yang sederhana, bathin yang damai, jernih dan tenang-seimbang]. Kita harus dapat terus mempertahankan kondisi kesadaran ini. Kalau berhasil terus-menerus mempertahankan kondisi kesadaran terserap ke dalam atman / terserap dalam samadhi, atma akan masuk menuju alam-alam suci Jana Loka. Dimensi alam suci tingkat ke-tiga dimana siklus samsara sudah berakhir. Dan ketika ini terjadi lapisan badan linga sarira dan sukshma sarira akan sepenuhnya terurai [meninggal].

Kalau kita tidak mampu terserap ke dalam atman, ada cara lain. Cepat menengadah keatas [jangan memandang lurus atau ke bawah] sambil melakukan dhyanawidhi [memvisualisasikan atau membayangkan] kehadiran satu ista dewata pelindung dan pengayom pribadi kita, atau yang paling sering kita puja semasa kehidupan. Lakukan dengan tenang, fokus dan konsentrasi kuat. Tidak boleh ada pikiran lain apapun dalam benak kita. Jangan memikirkan apapun, yang  boleh ada dalam pikiran kita hanya sepenuhnya memikirkan beliau sang ista dewata.

Kalau ini berhasil jutaan dewa-dewi dalam berbagai ukuran tadi akan berubah menjadi satu saja ista dewata yang kita visualkan tadi. Beliau akan hadir di hadapan kita. Kemudian dari chakra anahata [jantung] kita dan beliau sang ista dewata akan muncul sinar halus yang menghubungkan chakra anahata kita dengan chakra anahata beliau. Kemudian beliau sang ista dewata akan masuk dan
terserap ke dalam diri kita. Kalau ini berhasil maka atma akan masuk menuju alam-alam suci Jana Loka.

Moment ini adalah bisa dikatakan kesempatan paling mudah yang akan memberi kesempatan atau jalan bagi kita untuk memasuki alam-alam suci. Karena karunia kebaikan para ista dewata maka durasi atau jangka waktu pengalaman ini bisa berlangsung dalam jangka waktu lama. Bisa beberapa menit, bisa belasan menit, bisa puluhan menit, bisa berjam-jam dan bahkan bisa berhari-hari. Tapi semuanya tetaplah tergantung pada diri kita sendiri. Tergantung dari tiga hal yaitu kejernihan visual kita, akumulasi karma baik kita sendiri dan pengenalan kita akan dewa-dewi dari alam suci. Ada milyaran jumlahnya dewa-dewi dari alam suci dan dalam moment ini kita dapat memuja yang mana saja bisa. Tapi orang yang kurang mengenal sosok dewa-dewi dalam kehidupannya sehari-hari biasanya akan kaget, merasa takut, merasa bingung, dsb-nya. Lalu melewatkan kesempatan ini begitu saja.

4. Melintasi lorong cahaya alam antarabhava dengan sukshma Sarira

Bila dalam jangka waktu yang dimiliki kita mengalami kegagalan, maka berarti perjalanan atma melintasi lorong cahaya alam antarabhava dengan lapisan badan karana sarira telah gagal dilakukan. Maka kesadaran atma akan semakin jatuh atau semakin menurun. Yaitu kesadaran atma akan “melompat” dari lapisan badan karana sarira berpindah ke lapisan badan sukshma sarira dan terus melanjutkan perjalanan melintasi alam antarabhava melewati jalur lorong cahaya menuju alam-alam suci. Badan sukshma sarira ini sendiri adalah badan berwujud cahaya.

Jutaan dewa-dewi yang tadinya memenuhi seluruh pandangan, kini akan digantikan rangkaian cahaya dan aliran gelombang energi yang didominasi warna ungu kemerahan. Kadang terlihat corat-coret kasar ungu dan merah, kadang terlihat jalinan energi berbentuk benang-benang berwarna ungu kemerahan, kadang terlihat titik-titik partikel halus energi sattvam-rajas-tamas dengan warna yang berbeda-beda. Juga dipenuhi oleh beragam suara. Terdengar suara-suara dahsyat yang menggelegar, misalnya terdengar suara laksana petir atau terdengar suara laksana gelegar air bah.

Lapisan badan sukshma sarira adalah badan cahaya paling kasar, sehingga perjalanan melintasi alam antarabhava ini akan menjadi bergoyang-goyang. Dalam perjalanan ini atma akan mengalami diguncang-guncang dan bahkan pontang-panting di lapisan alam ini. Sebabnya karena energi sukshma sarira merasakan adanya tekanan energi tinggi di alam ini dan karena ketidaktahuan bagaimana cara melintasi alam ini. Karena adanya tekanan tinggi atma harus bergerak, tapi dia tidak tahu harus ke arah mana.

Dalam buku-buku suci Hindu ada kisah atma-atma yang baru meninggal yang harus melewati sungai Vaitarna sebelum memasuki alam-alam selanjutnya. Juga di dalam lontar-lontar Hindu di Bali disebutkan bahwa atma-atma yang baru meninggal yang harus melewati titi ugal-agil. Ingat konteks simbolik titi ugal-agil atau jembatan yang bergoyang-goyang sebagaimana yang disebutkan di dalam lontar-lontar Hindu Bali. Yang dimaksud secara simbolik tidak lain adalah atma melintasi alam Antarabhava ini dengan menggunakan lapisan badan sukshma sarira.

Apapun yang dialami di alam Antarabhava ini seseorang harus ingat satu hal bahwa disini dia tidak lagi punya tubuh fisik. Disini badan adalah badan halus berwujud cahaya dan seperti ruang kosong yang tidak bisa terluka atau tersentuh. Tapi karena umumnya kebanyakan orang masih ada dalam avidya [kebodohan, ketidaktahuan] dia tidak akan tahu. Pengalaman ini bisa terasa sangat dahsyat dan mengerikan karena gelegar suara keras, goncangan, serta rangkaian cahaya dan aliran gelombang energi. Dia bisa merasa kesakitan, bisa menangis, bisa ketakutan dan bisa sangat menderita. Padahal itu harus dihindari. Tetaplah tenang karena tidak ada suatu hal burukpun yang akan terjadi.

Satu hal yang menonjol dari rangkaian cahaya dan aliran gelombang energi yang didominasi warna ungu kemerahan ini, adalah adanya hamparan cahaya yang berlapis-lapis. Masing-masing lapisan cahaya ini memiliki warna masingmasing yang berbeda satu sama lain. Atau tepatnya seperti pelangi. Setiap cahaya warna merupakan pintu gerbang menuju ke suatu alam atau suatu bentuk kelahiran kembali. Lapisan-lapisan cahaya warna ini adalah yang akan menjadi penentu kemana atma akan pergi selanjutnya. Biasanya atma akan tertarik kuat menuju salah satu warna yang paling dilekatinya. Bagaimana kemungkinan kejadian perjalanan atma melintasi antarabhava di tahap ini sangat ditentukan oleh samskara [kecenderungan pikiran]-nya sendiri.

Ada kecenderungan bahwa atma tidak akan memiliki sepenuhnya daya untuk menentukan perjalanannya, sebagian besar dia hanya akan terseret oleh arus samskara-nya sendiri. Misalnya bila semasa kehidupan kita sangat kuat keduniawian-nya dan tidak melaksanakan sadhana, secara naluri kita tidak akan tertarik menuju cahaya terang benderang alam-alam suci. Sebaliknya kita malah tertarik menuju cahaya redup alam marcapada, karena kita sangat lekat dengan keduniawian. Cahayanya terasa enak dan nyaman sebagai akibat tarikan dari sifat dan kecenderungan kebiasaan kita selama masa kehidupan manusia. Ini yang akan menjerat kita kembali ke alam marcapada.

Setiap mahluk [hewan, manusia dan termasuk janin dan bayi] yang mati pasti mengalami proses ini. Akan tetapi tetap ada perbedaan bagi seekor hewan, dimana dia pasti akan tertarik menuju cahaya yang langsung membawanya menuju kelahiran kembali sebagai hewan. Kalaupun dia akan naik tingkat lahir sebagai manusia, maka dia akan tertarik menuju cahaya biru redup yang langsung membawanya menuju kelahiran sebagai manusia. Dia tidak akan kembali ke alam marcapada sebagai hantu gentayangan. Mengapa ada semua kesamaan ini, sebabnya karena pada intinya semua mahluk di dalam dirinya yang terdalam, yang sejati, adalah atman yang mahasuci tidak terpikirkan.

Kita lanjutkan lagi. Bahwa di tahap ini semua atma manusia yang meninggal akan mengalami cahaya biru redup alam marcapada akan menghujam masuk ke dalam dadanya. Ini sebagai pertanda tarikan dari sifat dan kecenderungan kebiasaan kita selama masa kehidupan manusia. Kunci keberhasilan-nya disini adalah kita cepat menengadah keatas dan fokuslah hanya kepada lapisan cahaya terang-benderang berwarna keemasan. Lakukan dengan tenang, fokus dan konsentrasi kuat. Fokuskan pandangan dan arahkan diri kita kesana. Karena cahaya terang-benderang berwarna keemasan ini adalah pintu gerbang menuju alam-alam suci.

Kalau semasa kehidupan kita kuat keduniawian-nya biasanya cahaya ini membuat kita merasa tidak tertarik, tidak enak dan tidak nyaman. Tapi apapun yang kita rasakan berusaha abaikan. Tetaplah tenang, konsentrasi kuat, fokuskan pandangan dan arahkan diri kita ke cahaya terang-benderang keemasan ini. Kalau berhasil atma akan masuk menuju alam-alam suci Mahar Loka. Dimensi alam suci tingkat ke-dua dimana siklus samsara sudah berakhir. Dan ketika ini terjadi lapisan badan linga sarira akan sepenuhnya terurai [meninggal]. Ini teorinya mudah tapi prakteknya sangat sulit, terutama kalau semasa kehidupan kita orangnya sangat duniawi, bersikap mementingkan diri sendiri, gejolak emosi tidak stabil, banyak melakukan tipu daya, sering melakukan pelanggaran dharma dan apalagi sering melakukan kejahatan.

Samskara [kekuatan kecenderungan pikiran] sesungguhnya merupakan kunci dari apa yang akan kita alami di dalam kematian. Atma pasti akan terpapar dengan apapun kebiasaan dan kecenderungan yang telah dia biarkan tumbuh, berkembang dan mendominasi di dalam masa kehidupannya. Kalau dia demikian melekat dengan keduniawian atau penuh kegelapan bathin maka bisa dipastikan dia akan tertarik kuat tanpa daya ke dalam cahaya biru redup, sehingga atma akan kembali ke alam marcapada. Dia akan memasuki kondisi sushupti [tidur lelap tanpa mimpi] untuk jangka waktu tertentu. Setelah terbangun dia akan mendapati dirinya kembali berada di alam marcapada dengan badan linga sarira sebagai atma [hantu] gentayangan.

PENTINGNYA MEMBINA DIRI SELAMA DALAM MASA KEHIDUPAN

Adanya berbagai kemungkinan perjalanan atma inilah sebabnya kenapa di dalam ajaran Hindu Dharma, maupun di dalam ajaran-ajaran agama lainnya, kita ditekankan semasih hidup sebagai manusia untuk terus membina diri meningkatkan kesadaran, memurnikan bathin, menumbuhkan sifat welas asih tanpa syarat, serta banyak-banyak melakukan kebaikan dan kebaikan. Karena itu semuanya yang akan menentukan perjalanan kita di alam kematian. Bagi mereka yang bathinnya bathinnya halus-bersih, karena semasa hidupnya selalu melaksanakan dharma, penuh welas asih dan kebaikan, karma buruknya sangat sedikit dan bathinnya damai tenang-seimbang, maka ketika meninggal sangat mungkin perjalanannya ketika melintasi lorong cahaya alam antarabhava akan mengalami keberhasilan mencapai alam-alam suci yang telah lepas dari siklus samsara.

Sebaliknya bagi mereka yang semasa hidup bathinnya penuh kekotoran, karma buruknya banyak atau terikat sangat erat dengan keduniawian, maka ketika meninggal sangat mungkin perjalanannya ketika melintasi lorong cahaya alam antarabhava akan mengalami kegagalan. Sehingga dia akan mendapati dirinya kembali berada di alam marcapada dengan badan linga sarira sebagai atma [hantu] gentayangan.

Disini ayusya karma masing-masing orang yang akan menentukan. Ayusya karma adalah akumulasi karma seseorang yang akan menjadi penentu ke alam mana atma seseorang akan terbawa pergi setelah dijemput kematian. Jadi penulis akan kembali memberi sebuah pertanyaan yang harus dijawab sendiri oleh masing-masing pembaca, “adakah gunanya dalam masa kehidupan ini kita tekun melaksanakan sadhana dharma : tidak mementingkan diri sendiri, mengendalikan diri, selalu bersikap penuh welas asih, banyak melakukan kebaikan, tidak menyakiti, melaksanakan tri kaya parisudha, rajin sembahyang [atau japa mantra] dan berlatih meditasi ?”.

 Sumber: Buku Samsara, Perjalanan Sang Atma, Karya I Nyoman Kurniawan (Bab 6)