Di alam kematian, satu-satunya fokus yang harus dan wajib kita lakukan adalah menemukan jalan menuju alam-alam suci. Apapun rasa kehilangan kita, apapun kejadian pada mereka yang masih hidup, apapun tugas-tugas kita yang belum terselesaikan, dsb-nya, segera lupakan itu semua, karena tidak ada satupun lagi yang bisa kita lalukan.
Apa yang akan dibahas di bab ini adalah perjalanan yang paling mungkin untuk dapat diraih oleh orang kebanyakan, yaitu apa yang dapat diusahakan agar mengalami perjalanan atma yang baik ketika meninggal dunia. Walaupun seandainya atma seseorang gentayangan di dimensi halus alam marcapada [mrtya loka] sebagai “hantu”, jangan bingung, sedih atau takut. Dia harus berusaha untuk meninggalkan alam Marcapada ini dengan cara-cara atau perjalanan yang baik. Terutama sekali kalau bisa mengupayakannya secara mandiri. Dan ada 3 [tiga] kemungkinan perjalanan atma meninggalkan alam marcapada dengan cara yang baik atau diharapkan, yaitu :
1. CARA PERTAMA : UPAYA MANDIRI ATMA UNTUK MENEMUKAN
JALAN MENUJU ALAM SUCI
Ketika seseorang mengalami kematian, dia akan melewati dua kesempatan untuk mencapai moksha dan empat kesempatan untuk memasuki alam-alam suci melewati lorong cahaya alam antarabahava. Kalau dia mengalami kegagalan, atma kemudian akan memasuki kondisi sushupti [tidur lelap tanpa mimpi] untuk jangka waktu tertentu.
Atma akan kembali ke alam Marcapada, menjadi atma gentayangan. Ketika terbangun dari sushupti dia akan mendapati dirinya kembali berada di alam Marcapada, menggunakan lapisan badan linga sarira [badan halus] menjadi atma [hantu] gentayangan. Disini sangat perlu ditekankan, bahwa dia HARUS SECEPATNYA MENYADARI BAHWA DIA SUDAH MATI. Karena dia tidak memiliki banyak waktu untuk dapat menemukan jalan terang untuk memasuki alam-alam suci secara mandiri.
Ciri-ciri dari sebuah kematian adalah biasanya dia akan melihat sthula sarira [badan fisik-nya] sendiri terbaring tak berdaya padahal dia ada berdiri di sebelahnya, atau dia melihat keluarga di sekitarnya menangis sedih, atau melihat orang sibuk mempersiapkan upakara kematian, dsb-nya. Kenali dan ingat ciri-ciri tersebut dengan baik.
MEMASTIKAN KEMATIAN
Kalau itu yang terjadi, kalau itu yang dilihat dan dialami, atma harus segera secepatnya memastikan kematiannya sendiri. Caranya yang paling mudah tapi sangat akurat adalah sebagai berikut ini :
1. Segeralah mencari cermin
Lihat di cermin. Kalau tidak ada melihat badan fisik sendiri [tidak ada terlihat bayangan badan fisik di cermin, atau terlihat sebagai ruang kosong], itu pertanda artinya kita sudah mati.
2. Segeralah mencari cahaya terang
Kalau di dekat sekitar kita tidak ada cermin, segeralah mencari cahaya terang seperti cahaya lampu, cahaya matahari, dsb-nya. Berdirilah di bawah cahaya terang itu, kalau tidak ada melihat bayangan badan fisik, itu pertanda artinya kita sudah mati.
SECEPATNYA BERUPAYA MELANJUTKAN PERJALANAN
Segera setelah memastikan bahwa dirinya sudah mati, sangat tidak penting menunggui keluarga yang menangis, sangat tidak penting memikirkan pekerjaan yang belum tuntas, sangat tidak penting memikirkan perusahaan, sangat tidak penting memikirkan kekayaan, dsb-nya. Karena pertama yang sudah mati tidak akan dapat melakukan apa-apa lagi dengan semua itu. Tidak berguna memikirkannya dan lebih baik memikirkan perjalanan selanjutnya. Dan kedua karena sangat penting merelakan atau melepaskan itu semua. Berbagai keterikatan dengan semua itu adalah halangan besar bagi perjalanan yang terang di dalam kematian.
Sesungguhnya, semua pengalaman ini sudah pernah berjuta-juta kali dialami oleh semua orang pada waktu kematian-kematian sebelumnya. Tapi karena seseorang dalam kebodohan atau ketidaktahuan [avidya], dia tidak akan ingat. Sehingga mungkin dia akan menghabiskan waktu pada saat kematian dengan menangis, menangis dan menangis atau dengan perasaan kehilangan yang sangat besar.
Padahal itu hal yang harus sangat dihindari. Kematian adalah hukum alam, fenomena yang alamiah. Kematian menimpa semua makhluk. Setiap tubuh akan mati. Bagi seorang sadhaka, kematian adalah ”perjuangan spiritual” yang paripurna. Bagaimana selama hidupnya seorang sadhaka mempersiapkan, menyambut dan menjalani kematian, sehingga perjalanan atmanya bisa setidaknya naik tingkat ke alam-alam suci atau kalau bisa bahkan mengalami moksha.
Disini waktu yang dimiliki tidak banyak, atma harus secepatnya sadar bahwa dia sudah mati dan secepatnya berusaha memasuki alam-alam suci. Sehingga perlu ditekankan kembali, selalulah ingat, jangan pernah lupa, bahwa ciri kita sudah mati adalah kita bisa melihat tubuh kita sendiri. Mungkin kita melihat tubuh kita berdarah-darah, diangkut orang, keluarga kita menangis di depan tubuh kita, dsb-nya. Kalau itu semua terjadi, jangan lupa cepat-cepatlah mencari cermin atau mencari cahaya terang. Cepat-cepatlah sadar bahwa kita sudah mati, karena kita tidak punya banyak waktu. Segera lakukan sadhana memasuki alam suci.
Kita harus cepat dan sesegera mungkin melakukan sadhana. Karena pertama untuk mencegah diri kita terseret di dalam berbagai respon arus perasaan, emosi dan samskara yang mungkin muncul. Kalau ini sudah terjadi maka atma akan sangat sulit untuk melakukan sadhana. Kedua karena alam mrtya loka ini sangat liar dan bebas. Di alam ini berlaku hukum rimba, dimana yang kuat yang berkuasa. Di tempat-tempat tertentu [misalnya di tempat dimana dalam masyarakat ajaran dharma-nya lemah], ada kemungkinan kalau atma di alam ini dapat ditangkap atau diperbudak oleh mahluk mahluk alam bawah atau orang sakti yang jahat yang memiliki kelebihan dalam kekuatan supranatural. Mungkin akan dijadikan pelayan, budak atau mungkin akan diperalat untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan niskala yang melanggar dharma, dsb-nya.
SADHANA MEMASUKI ALAM SUCI SECARA MANDIRI
Ini adalah penjelasan tentang sadhana memasuki alam-alam suci. Ini adalah bekal pengetahuan dharma yang sangat penting. Ini harus kita baca baik-baik, hafalkan dan pahami metodenya semasa hidup. Sehingga setiap saat kematian bisa datang menjemput, kita sudah tahu jalan untuk memasuki alam-alam suci secara mandiri.
Dibawah ini adalah berbagai cara atau sadhana memasuki pintu-pintu alam suci secara mandiri, yaitu
1. Kekuatan japa mantra dalam ajaran Shiva
Kita sudah melihat bahwa diri kita sudah mati, tapi kita tidak tahu apa yang harus dilakukan atau mau pergi kemana. Dua kesempatan untuk mencapai moksha dan empat kesempatan untuk memasuki alam-alam suci melewati lorong cahaya alam antarabahava juga sudah terlewatkan. Jangan takut dan jangan khawatir karena kita masih punya kesempatan lagi, dengan catatan kita harus secepatnya melakukan upaya memasuki alam-alam suci, jangan banyak berpikir macam-macam, memikirkan ini itu yang tidak berguna dan jangan berleha-leha.
Segera kita lakukan dhyanawidhi atau membayangkan [memvisualkan] Satguru, atau memvisualkan wujud [simbolik] Ista Dewata pengayom dan pelindung pribadi kita, atau Ista Dewata yang paling sering kita puja. Lakukan ini dengan tenang. Visualkan satguru atau ista dewata itu hidup, tembus pandang dan berpendar cahaya.
Ini kita lakukan sambil memasang mudra untuk memuja beliau. Tentunya terlebih dahulu kita harus tahu mudra untuk memuja satguru atau ista dewata tersebut. Setelah visual ini kuat dan cukup jernih, mulailah japakan secara terusmenerus mantra untuk memuja beliau. Misalnya memvisualkan Dewa Shiva sambil terus menerus menjapakan mantra “Om Namah Shivaya” tanpa henti. Ini tujuannya untuk mengundang kehadiran beliau.
Sebagaimana tertulis di dalam kitab-kitab suci Hindu bahwa siapapun yang memikirkan satguru atau ista dewata dengan kuat, beliau akan hadir. Apalagi dengan kita sertakan mantra, mudra dan dhyanawidhi, itu adalah cara lengkap yag kuat dan paten untuk mengundang kehadiran beliau. Rasakan dan yakinkan diri kita bahwa beliau hadir di hadapan kita. Sampai kita bisa merasakan kehadiran beliau.
Setelah kehadiran beliau bisa kita rasakan dalam hati, visualkan dari wujud beliau ribuan berkas cahaya mengalir ke diri kita, masuk tembus ke dalam diri kita. Yang memurnikan, menyembuhkan dan menanamkan benih-benih kesadaran di dalam diri kita. Kemudian visualkan atau bayangkan dari chakra ajna [dahi, tengah alis] beliau memancar cahaya putih berkilauan yang masuk ke dalam chakra ajna kita. Cahaya ini masuk tembus ke dalam diri kita dan memenuhi seluruh tubuh kita. Visualkan cahaya ini membersihkan semua karma buruk dari perbuatan perbuatan kita yang melanggar dharma. Visualkan cahaya suci beliau ini memberi kita karunia tubuh suci dewata.
Visualkan dari chakra visuddha [tenggorokan] beliau memancar cahaya terang merah marun yang masuk ke dalam chakra visuddha kita. Cahaya ini masuk tembus ke dalam diri kita dan berpendar memenuhi pusat energi di chakra visuddha kita. Visualkan cahaya ini membersihkan semua karma buruk dari perkataan-perkataan kita yang melanggar dharma. Visualkan cahaya suci beliau ini memberi kita karunia ucapan suci dewata.
Visualkan dari chakra anahata [tengah dada, ulu hati] beliau memancar cahaya biru gemerlapan yang masuk ke dalam chakra anahata kita. Cahaya ini masuk tembus ke dalam diri kita dan berpendar memenuhi pusat energi di chakra anahata kita. Visualkan cahaya ini membersihkan semua karma buruk dari pikiranpikiran kita yang melanggar dharma. Visualkan cahaya suci beliau ini memberi kita
karunia pikiran suci dewata.
Rasakan bahwa seluruh keberadaan kita sudah dimurnikan. Kita merasakan bathin kita makin dekat dengan beliau. Rasakan seluruh keberadaan kita semakin dekat dengan kualitas kesucian beliau. Kemudian visualkan satguru atau ista dewata memancarkan cahaya sangat terang dan kemudian lebur dalam cahaya. Lalu cahaya ini masuk dan menyatu dengan diri kita. Membuat badan kita sepenuhnya berwujud cahaya terang. Ini membuat kita lebur ke dalam keheningan dan kedamaian atman.
Terus pertahankan visual ini sampai kita dapat menyadari bahwa antara diri kita dengan satguru atau ista dewata sesungguhnya tidak terpisahkan. Semuanya adalah satu. Ketika menemukan kebenaran ini maka disana kita akan benar-benar termurnikan dan dapat masuk ke alam-alam suci. Ini adalah cara japa mantra dalam ajaran Shiva. Kalau ingin memperbesar persentase kemungkinan berhasil di alam kematian, maka tentu saja dalam masa kehidupan kita harus sering melakukan sadhana ini. Karena pertama itu akan membuat kita akan menjadi sudah sangat terlatih dan terbiasa. Dan kedua karena itu akan membuat kita memiliki hubungan karma yang kuat dengan beliau.
Kalau semasa kehidupan kita rajin dan tekun memuja satguru atau ista dewata, maka hubungan karma kita akan terus menjadi semakin kuat. Sebaliknya kalau kita pernah melakukan kesalahan terhadap beliau seperti memfitnah, merendahkan, memberi opini tidak benar, menghina atau tidak menaruh rasa hormat terhadap beliau atau simbol-simbol beliau, maka hubungan karma kita akan menjadi semakin lemah.
2. Kekuatan mahasuci pranawa “OM”
Ini adalah metode seperti apa yang termuat dalam buku suci Mandukhya Upanishad atau dalam meditasi sekte Shiwa Siddhanta, yaitu pembebasan diraih melalui kekuatan pranawa suci “Om”. Ini terlepas dari berapa banyak karma baik atau karma buruk dalam hidup kita. Dalam meditasi sekte Shiwa Siddhanta digunakan cara meditasi yang canggih, yaitu melinggihkan atau menstanakan pranawa suci “Om” di 21 titik chakra di dalam diri kita. Tapi karena ajaran ini sifatnya rahasia, maka yang akan disampaikan disini adalah metode yang lebih umum, sebagai berikut ini. Kita lakukan dhyanawidhi atau membayangkan [memvisualkan] 10 pranawa suci “Om” di dalam diri kita.
Pertama bayangkan sembilan lobang-lobang tubuh kita [anus, kemaluan, mulut, lubang hidung kanan, lubang hidung kiri, mata kanan, mata kiri, kuping kanan dan kuping kiri], serta ditambah satu di dahi pada posisi trineta atau mata ketiga, semuanya kita bayangkan tertutup dengan pranawa suci “Om”. Setelah semuanya tertutup dengan pranawa suci “Om”, japakan pranawa suci “Om”. Yaitu lakukan dhyanawidhi atau membayangkan tarik nafas yang dalam [puraka], tahan sebentar [kumbhaka], lalu hembuskan pelan-pelan [recaka] sambil mengucapkan pranawa suci “Om” [ucapkan Oooom atau Auuum yang panjang]. Ini kita lakukan terus berulang-ulang, sambil secara bersamaan membayangkan ke-sepuluh pranawa suci Om pada tubuh kita perlahan berubah menjadi bercahaya putih terang benderang, semakin lama semakin terang dan terang. Sampai seluruh tubuh kita sendiri menjadi cahaya putih terangbenderang. Kalau ini berhasil, kekuatan pranawa suci “Om” akan memurnikan pikiran dan seluruh keberadaan kita. Ketika mencapai titik puncak samadhi-nya seketika kita akan dapat memasuki alam-alam suci.
3. Kekuatan samadhi
Hindu dharma secara garis besar terbagi menjadi tiga tradisi utama, yaitu tradisi Tantra [yang tertua], tradisi Brahmana dan tradisi Sramana [yang paling muda]. Beberapa jenis meditasi dari tradisi Tantra dan tradisi Sramana sangat berguna di alam kematian, terutama kalau kita berhasil mencapai samadhi. Tapi kalau dibahas semua di dalam buku ini kurang tepat. Karena belajar meditasi seperti ini harus dibawah bimbingan guru. Dan inipun juga harus terus menerus dilatih semasa kehidupan. Karena kalau kita terlatih semasa kehidupan maka di alam kematian akan mudah untuk melakukan pencapaian samadhi.
Saya berikan saja salah satu contohnya, yaitu sebuah metode dari sekte Tantra Shiwa. Dimana pembebasan diraih melalui kekuatan Dewata Nawa Sanga atau Beliau yang Mahasuci sembilan Ista Dewata di sembilan arah. Ini adalah cara meditasi yang canggih, yaitu melinggihkan atau menstanakan Dewata Nawa Sanga di dalam diri kita. Lalu menghidupkan kekuatan para Dewata Nawa Sanga dan menjadikannya satu kesatuan tanpa menonjolkan salah satu dan kemudian menyatukannya dengan diri kita sendiri.
Tapi karena ajaran ini sifatnya rahasia, maka kalau tertarik, saran terbaik adalah mencari guru yang tepat. Di Bali ada banyak guru-guru yang bisa mengajarkan metode Tantra Shiwa rahasia ini. Kalau ada karma baik astungkara bisa berjodoh dengan guru yang tepat. Kalau ini berhasil, kekuatan Beliau para Dewata Nawa Sanga akan memurnikan pikiran dan seluruh keberadaan kita. Ketika mencapai titik puncaksamadhi-nya seketika kita akan dapat memasuki alam-alam suci.
4. Kekuatan bhakti, permohonan dan kerelaan pelepasan diri
Kuncinya disini adalah permohonan yang sungguh-sungguh, rasa bhakti yang tulus dan kerelaan untuk melepas diri. Dalam banyak kejadian memohon bisa jadi hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Kita tidak tahu cara memohon, karena pikiran kita angkuh, atau karena harga diri kita tinggi, atau karena kita terbiasa mandiri dan tidak ingin mencari pertolongan, atau karena kita menuruti kemalasan, atau karena pikiran kita begitu disibukkan oleh berbagai keraguan, pertanyaan dan kebingungan.
Kerendah-hatian kita untuk menyadari dan mengakui betapa bodohnya kita selama ini, betapa terbatasnya logika kita, betapa terbatasnya pikiran kita dan betapa terbatasnya kemampuan kita, lalu benar-benar memohon pertolongan dari lubuk hati terdalam kepada satguru atau ista dewata, mohon pemurnian, memohon sifat welas asih, kejernihan dan kebijaksanaan dalam bathin kita. Permohonan ini kita sampaikan dengan rasa bhakti yang tulus dan kerelaan untuk melepas diri, maka ini bisa menjadi kunci penting bagi kita untuk dapat memasuki alam-alam suci. Segeralah persembahkan semuanya kepada satguru atau ista dewata. Ada empat hal yang seluruhnya harus kita persembahkan kepada beliau dengan penuh rasa bhakti dan kerelaan di moment kematian, yaitu :
- Tubuh
- Kata-kata
- Pikiran
- Kekayaan [baik kekayaan material maupun spiritual]
Lupakanlah keluarga dan kerabat yang sedang menangis, lupakanlah semua harta benda materi dan non-materi. Masa kehidupan kita sudah berakhir dan semuanya harus kita tinggalkan dengan penuh kerelaan. Segera kita lakukan dhyanawidhi atau membayangkan [memvisualkan] Satguru, atau memvisualkan wujud [simbolik] ista dewata. Visualkan satguru atau ista dewata itu hidup, tembus pandang dan berpendar cahaya. Kalau kita tahu mudranya, pasang mudranya. Kalau tidak tahu tidak apa-apa. Yang penting kita visualkan kehadiran beliau dan persembahkan semuanya [yang baik maupun yang buruk, pokoknya semuanya] kepada beliau dengan penuh kerelaan. Sujud serahkan diri sepenuhnya kepada beliau dan persembahkan semuanya.
Setelah visual ini kuat dan cukup jernih, mulailah japakan secara terusmenerus mantra untuk memuja beliau. Misalnya memvisualkan Dewa Shiva sambil terus menerus menjapakan mantra “Om Namah Shivaya” tanpa henti. Tubuh, kata-kata, pikiran, kekayaan, baik-buruk, suci-kotor adalah sangat tidak kekal dan semuanya seluruhnya kita persembahkan kepada beliau dengan rasa bhakti dan tingkat kerelaan yang penuh.
Persembahan kita ini sangat mungkin akan sempurna dan segera menjadi mandala suci, kalau selama hidup tubuh kita suci [tidak menyiksa atau menyakiti secara fisik, tidak melakukan kejahatan seksual seperti selingkuh, pelecehan seksual dan pemerkosaan, banyak berbuat baik melalui tubuh ini, banyak membahagiakan orang melalui tubuh ini], kata-kata kita suci [tidak berkata kasar, tidak berbohong, tidak menipu, tidak menyudutkan orang, tidak mencaci], pikiran kita suci [tidak berpikiran negatif, tidak marah, tidak membenci], kekayaan kita suci [tidak didapat dengan cara menipu, mencuri, memeras, dsb-nya].
Bagi satguru atau ista dewata, karena kemurnian dan kedalaman welas asih beliau, apapun persembahan kita pasti akan beliau terima. Tapi kalau selama masa kehidupan tubuh kita suci, kata-kata kita suci dan pikiran kita suci, sangat mungkin kita akan dengan mudah segera memasuki alam-alam suci. Tapi kalaupun kita semasa kehidupan banyak melakukan kesalahan, cara ini juga tetap dapat menyelamatkan kita. Kuncinya adalah permohonan yang sungguh-sungguh, rasa bhakti yang tulus dan kerelaan untuk melepas diri.
Bersikaplah rendah hati untuk menyadari dan mengakui betapa bodohnya kita selama ini, lalu benar-benar memohon pertolongan dari lubuk hati terdalam, dengan rasa bhakti yang tulus dan kerelaan untuk melepas diri. Serahkan atau persembahkan diri kita sepenuhnya kepada beliau dan sujud mohon agar kita diselamatkan. Kalau rasa bhakti kita tulus, permohonan kita sungguh-sungguh dan kita benar-benar rela untuk mempersembahkan diri kita sepenuhnya kepada beliau, maka puja kita ini pasti akan sampai atau tersembung kepada beliau. Satguru atau ista dewata, kemurnian bathin, kebijaksanaan dan welas asih beliau sangatlah mendalam. Beliau pasti akan memberi kita kesempatan dan menolong kita untuk dapat memasuki alam-alam suci. Kalau tidak beliau sendiri yang akan datang menjemput kita, pasti akan ada terbuka sebuah jalan bagi kita untuk selamat dari keadaan ini berkat pertolongan beliau.
SYARAT DASAR SADHANA MEMASUKI ALAM SUCI SECARA MANDIRI
Walaupun ada peluang-peluang ini, yaitu sadhana untuk memasuki alamalam suci secara mandiri, ini hanya bisa dilaksanakan bagi atma yang memiliki kontrol akan pikiran dan arah perjalanan dirinya. Walaupun mungkin tidak bisa sempurna, untuk dapat melaksanakan sadhana ini kita harus punya setidaknya suatu kadar kendali [kontrol] terhadap pikiran kita sendiri di alam kematian. Kalau tidak demikian, maka atma hanya akan terombang-ambing kesana kemari oleh arus karma dan samskara seperti layangan putus dihembus angin.
Dan kontrol ini sesungguhnya sangatlah sulit, kecuali kita sudah banyak melakukan pembinaan diri dan latihan semasa kehidupan. Karena kemampuan kendali ini dibentuk di masa-masa kehidupan dengan cara membina diri di jalan dharma, serta di detik-detik menjelang kematian dengan cara menyambut kematian dengan damai. Tapi juga jangan terlalu khawatir. Bagi orang kebanyakan, asalkan dalam masa kehidupan cukup mampu mengendalikan diri serta tidak banyak melakukan pelanggaran dharma, akan ada saat-saat singkat dimana pikirannya tenang dan terkendali. Jadi kapanpun kita memperoleh kesadaran kita kembali [prasida teteg manahe], bahkan walalu hanya untuk sebentar saja, segeralah ingat semua pelajaran, semua sadhana dan semua latihan spiritual kita.
Atau cepatlah ingat satguru atau ista dewata pengayom dan pelindung pribadi dan segera hadirkan
mereka dengan segenap daya dan upaya. Selain itu, bila dalam masa kehidupan kita telah mengembangkan suatu kebiasaan untuk rutin meditasi, japa mantra, sembahyang, dsb-nya, maka di alam kematian ini merupakan kebiasaan yang amatberguna. Karena memudahkan kita untuk masuk ke dalam meditasi atau mengundang kehadiran satguru atau ista dewata pengayom dan pelindung pribadi.
2. CARA KEDUA : ATMA DISEBERANGKAN OLEH ORANG YANG SIDDHI
Kemungkinan kedua untuk dapat meninggalkan alam Marcapada ini dengan cara-cara atau perjalanan yang baik adalah atma diseberangkan oleh orang yang siddhi. Hindu Bali yang dominan dengan jalan Tantra yaitu Shiwa Siddhanta, terdapat upakara penyeberangan atma [ngaben]. Dimana dalam upakara ini terkait erat dengan aspek Panca Dewata, sang yajamana [pemuput upakara] dan jenis upakara.
Disini peran keluarga, kerabat atau orang lainnya yang masih hidup sangat besar. Misalnya dengan cara melakukan upakara ngaben yang di-upakarai dengan baik dan berhasil serta pemuput upakara-nya siddhi, maka atma akan dapat memasuki alam-alam suci, menjadi Dewa Hyang. Tapi sebagai pribadi hendaknya kita tidak mengandalkan cara-cara ini. Prioritas utama kita adalah harus berusaha sendiri mencari jalan pembebasan atau jalan menuju alam-alam suci secara mandiri.
Cara penyeberangan atma ini hendaknya kita pakai sebagai opsi atau pilihan terakhir saja. Karena belum tentu keluarga kita bisa mengupayakan hal ini dan belum tentu sebuah upakara ngaben berhasil menyeberangkan atma. Karena keberhasilan penyeberangan atma di dalam upakara ngaben ditentukan oleh kemampuan dan kesiddhian sang yajamana [pemuput upakara]. Tanpa maksud buruk apapun, penulis harus jujur mengatakan bahwa tidak semua pandita benar-benar dapat melakukan penyeberangan atma, sehingga sebaiknya kemungkinan ini dijadikan pilihan terakhir saja. Tapi tentu saja juga ada banyak pandita yang sangat ahli di dalam menyeberangkan atma.
Peranan sang yajamana atau biasanya dalam dalam hal ini seorang Pandita Shiwa, memiliki peranan yang sangat penting dan strategis untuk menentukan arah perjalanan atma, agar tepat sasaran. Sebagaimana terurai dalam lontar Weda Puja Pitra Shiwa, tugas menjadi sang yajamana demikian berat. Dalam arti tugas, kewajiban dan pertanggung-jawaban seorang seorang Pandita Shiwa dalam mengangkat atma dan mengantarkan ke arah tujuan, tentu merupakan hal yang sangat berat.
Pandita harus memiliki konsentrasi dan visual [penglihatan niskala] yang baik, harus tepat di dalam nguncarang mantra, harus tepat di dalam prosesi upakara, harus mahir di dalam melakukan dialog niskala, serta harus memiliki “cap niskala” untuk melakukan upakara ini. Semua ini merupakan faktor-faktor yang sangat menentukan berhasil tidaknya seorang Pandita Shiwa mengangkat dan mengantar atma ke tujuan.
Dalam ajaran Hindu Bali yang diwariskan dari Mpu Lutuk mengenai Sawaprateka dan Pitra Yadnya, dijelaskan bahwa seorang yajamana jangan sampai salah menempatkan, salah memasukkan, salah memberikan kesaksian dan salah memasukkan tempat atma. Mpu Lutuk berkali-kali menegaskan mengenai kehati-hatian dan sikap penuh perhatian sehubungan dengan penyeberangan atma. Hendaknya seorang yajamana tidak memiliki kekaburan dalam visual [penglihatan niskala], samarpun jangan sampai terjadi. Kesalahpahaman dialog niskala harus dihindari, perhatian benar, serta ketegasan sikap dalam penyeberangan atma menjadi perhatian yang sangat penting bagi sang yajamana. Sehingga atma orang yang meninggal dapat diserahkan kepada Ista Dewata dan masuk ke alam yang baik, yaitu masuk ke alam-alam suci.
Dan dalam tradisi Tantra kita di Bali yaitu Shiwa Siddhanta, bila ternyata atma gagal masuk alam-alam suci tingkat tinggi dalam proses penyeberangan atma ini, maka atma setidaknya akan berusaha dihantarkan ke alam leluhur [Pitra Loka]. Ini untuk menghindari atma gentayangan di alam halus Marcapada atau masuk alam-alam bawah.
Walaupun kita sebagai penganut Hindu ada fasilitas penyeberangan atma ini, tetaplah dalam kehidupan kita harus memupuk banyak karma baik. Karena yang menentukan berhasil tidaknya sebuah proses penyeberangan atma juga sangat erat kaitannya dengan akumulasi karma baik seseorang. Kalau tidak ada karma baik, tidak akan memperoleh kesempatan untuk mendapat penyeberangan atma. Kalaupun ada kesempatan ini, maka kegagalan penyeberangan atma dalam upakara ngaben sangat mungkin terjadi karena faktor karma. Bahkan walaupun upakara ngaben dilaksanakan dengan besar dan mewah, akan cenderung pada prosesnya atau pada pemuput upakara-nya ada hambatan, sehingga atma tidak dapat diseberangkan. Akan ada faktor niskala ataupun sekala yang membuat proses ini terganggu atau tidak berjalan dengan baik. Faktor karma selalu bekerja.
Cara lain penyeberangan atma diluar upakara ngaben adalah dengan peran keluarga, kerabat atau orang lainnya yang masih hidup meminta bantuan orang suci yang siddhi [diluar pandita] untuk melakukan penyeberangan atma. Sehingga atma akan dapat memasuki alam-alam suci. Menyangkut hal ini di Bali sesungguhnya ada banyak orang suci yang siddhi yang bisa melakukannya, hanya saja umumnya bagi orang awam sulit mengenali, mereka hanya kelihatan sebagai sadhaka biasa saja. Hanya orang-orang tertentu yang mengetahuinya.
Dalam proses penyeberangan atma oleh orang suci yang siddhi ini, umumnya atma akan dijemput oleh bunga teratai atau perahu, untuk diseberangkan menuju alam-alam suci. Kadang-kadang yang datang menjemput adalah burung garuda besar atau kereta kuda. Ini tergantung karma masingmasing
atma dan ke alam suci mana dia akan menetap untuk selanjutnya. Juga pernah terjadi dalam sebuah proses penyeberangan atma yang datang menjemput adalah Lembu Nandini, karena sang atma memperoleh tempat di alam suci Dewa Shiwa atau Shiva Loka.
Bagaimana ini dapat terjadi juga erat kaitannya dengan akumulasi karma baik yang berlimpah dari orang yang diseberangkan. Kalau tidak ada karma baik tidak akan memperoleh kesempatan untuk mendapat penyeberangan. Kalaupun ada kesempatan ini, biasanya akan ada saja halangan atau gangguan secara sekala untuk melakukan penyeberangan atma ini.
Dengan memahami arah perjalanan atma di alam kematian, sesuai dengan tata cara penyeberangan atma, kita sebagai manusia yang hidup ini, paling tidak bisa melakukan sedikit pemahaman. Terutama bagi orang kebanyakan yang tidak melatih sadhana tingkat tinggi semasa hidupnya. Pertama di dalam masa kehidupan ini hendaknya kita melakukan sebanyak-banyaknya perbuatan kebajikan serta menghindari melakukan tindakan-tindakan yang melanggar dharma. Kedua kita bisa menyadari pentingnya makna melakukan puja-bhakti kepada satguru atau ista dewata. Tujuannya agar kita memiliki hubungan karma yang kuat dengan beliau. Karena kalau kita mengalami kemungkinan terburuk, maka yang dapat menolong kita di alam kematian hanya satguru [guru sejati, bukan guru palsu] dan ista dewata.
3. CARA KETIGA : ATMA DISAMBUT ATAU DIANGKAT OLEH KEKUATAN SUCI
Kemungkinan ketiga untuk dapat meninggalkan alam Marcapada ini dengan cara-cara atau perjalanan yang baik adalah atma disambut atau diangkat oleh kekuatan-kekuatan suci. Dalam keadaan atma bergentayangan di alam Marcapada dengan linga sarira [badan halus] atau menjadi ”hantu”, kemudian ada keluarga, kerabat, satguru atau orang yang pernah kita buat jasa kebajikan yang sangat besar, yang sudah terlebih dahulu memasuki alam-alam suci datang menolong dan menjemput kita.
Ini dapat terjadi kalau selama masa kehidupan :
- Tubuh kita suci. Artinya tidak menyiksa atau menyakiti secara fisik, tidak melakukan kejahatan seksual seperti selingkuh, pelecehan seksual dan pemerkosaan, banyak berbuat baik melalui tubuh ini, banyak membahagiakan orang melalui tubuh ini, dsb-nya.
- Kata-kata kita suci. Artinya tidak berkata kasar, tidak berbohong, tidak menipu, tidak menyudutkan orang, tidak mencaci, tidak menjelek-jelekkan, tidak menghina, dsb-nya.
- Pikiran kita suci. Artinya tidak berpikiran negatif, tidak marah, tidak membenci, tidak sombong, dsb-nya.
- Kekayaan kita suci. Artinya kekayaan kita tidak didapat dengan cara menipu, mencuri, memeras, memanipulasi, dsb-nya.
Tubuh, kata-kata, pikiran dan kekayaan kita mulia. Artinya semua empat hal tesrebut kita bhaktikan demi kebahagiaan mahluk lain. Atau dengan kata lain hidup penuh dengan welas asih dan kebaikan. Kita punya rasa bhakti yang kuat kepada satguru, Ista Dewata, keluarga, teman, dsb-nya. Bila semasa kita hidup kita sangat taat dan bhakti kepada satguru atau ista dewata dan karena itu satguru atau ista dewata akan hadir untuk membimbing kita menuju alam-alam suci.
Atau orang [keluarga, teman, dsb-nya] yang semasa kita hidup kita sayangi dengan sepenuh hati tanpa syarat, atau orang yang pernah kita buat jasa kebajikan yang sangat besar [yang berhasil terlebih dahulu memasuki alam-alam suci]. Mereka akan datang sebagai “dewa penolong” untuk menolong dan menjemput kita. Mereka ini akan datang untuk menunjukkan jalan menuju alamalam suci atau mungkin juga menyambut dan menjelaskan perubahan yang terjadi dan membantu atma “pendatang baru” untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
Atau mungkin dia akan dijemput leluhur dan dibimbing masuk alam Pitra Loka [alam leluhur]. Ini bisa terjadi kalau semasa hidup dia sudah memperoleh “cap niskala” yang jelas dari para leluhur. Kalau kita Hindu di Bali, dari lahir kita sudah melalui banyak upakara yang membuat kita memperoleh “cap niskala” dari para leluhur. Tapi cap niskala” dari para leluhur ini baru akan bekerja dengan sangat efektif kalau kita semasa hidup bathinnya bersih, tidak banyak melakukan pelanggaran dharma, sering melakukan kebajikan dan sering melakukan pujabhakti kepada leluhur di merajan, pura dadia [pura ibu] dan pura kawitan.
Ada juga yang karena putaran karmanya sendiri, karena sebab-sebab tertentu, ketika kematian dia akan dijemput oleh utusan atau penjemput dari alam Yama Loka. Jadi penulis akan kembali mengembalikannya kepada para pembaca. Memberikan sebuah pertanyaan yang harus dijawab sendiri oleh masing-masing pembaca, “adakah gunanya dalam masa kehidupan ini kita tekun melaksanakan sadhana dharma : tidak mementingkan diri sendiri, mengendalikan diri, selalu bersikap penuh welas asih, banyak melakukan kebaikan, tidak menyakiti, melaksanakan tri kaya parisudha, rajin sembahyang [atau japa mantra] dan berlatih meditasi ?”
KEMUNGKINAN BURUK PERJALANAN ATMA DI ALAM MRTYA LOKA
Ini dapat terjadi karena atma terbenam di dalam avidya atau dalam kebodohan. Atma tidak memiliki pengetahuan dharma. Atau memiliki pengetahuan lain tapi pengetahuannya tentang alam kematian salah. Dalam ajaran dharma disebutkan, bahwa dimanapun terjadi tahap yang “mengambang” menjadi hantu ini yang terbaik untuk dilakukan adalah usaha untuk secepatnya bisa melakukan sadhana memasuki alam-alam suci. Sebab ada beberapa kemungkinan buruk yang tentu saja sangat tidak diharapkan terjadi, yaitu :
1. Atma menjadi hantu gentayangan dalam jangka waktu panjang
Kemungkinan buruk yang tidak diharapkan pertama adalah seseorang sama sekali tidak menyadari dirinya sudah mati. Saat kita mati, kita sepenuhnya meninggalkan badan fisik. Tidak adanya lagi badan fisik sebagai penghalang berarti kekuatan pikiran kitalah yang sepenuhnya bekerja. Sehingga pengalaman menjadi hantu gentayangan sangat mirip dengan sebuah mimpi, terombangambing kesana-kemari tanpa kontrol. Tapi ini adalah sebuah mimpi yang sangat nyata.
Kita tidak dapat sepenuhnya melakukan kontrol akan jalannya “mimpi” tersebut. Tidak dapat memiliki sepenuhnya daya untuk menentukan arah perjalanan kita sendiri. Sebagian besar pengalaman kita hanya akan terseret oleh arus karma dan samskara kita sendiri. Kita tidak bisa mengambil benda-benda atau membuka pintu untuk ke ruangan lain, tetapi dimana yang kita pikirkan seketika itu kita berada disana. Kita mencoba bicara dengan orang-orang tapi tidak ada yang merespon. Sangat mungkin kita akan tetap akan beraktifitas seperti kebiasaan sehari-hari, walaupun dengan keadaan ”aneh” tersebut.
Apapun perasaan dan gejolak emosi yang kita rasakan di moment ini akan menjadi berkali-kali lipat. Setiap tujuh hari sekali pengalaman emosional saat kematiannya akan terulang kembali. Semua moment ini bagi seseorang yang belum mengerti bahwa dirinya sudah mati akan membingungkan. Dia tetap akan terus bergentayangan sebagai apa yang oleh orang awam disebut sebagai hantu.
Ini dalam banyak kejadian bisa berlangsung selama bertahun-tahun. Bisa sampai puluhan tahun bahkan sampai ratusan tahun.
Atma dapat terus bergentayangan sebagai hantu di alam marcapada walaupun badan fisiknya sudah sepenuhnya terurai. Ini disebabkan oleh demikian sangat kuatnya kelekatan atma dengan alam kehidupan marcapada. Atau karena di detik-detik menjelang kematiannya atma mengalami kejadian yang secara emosional sangat traumatik. Dia terus terombang-ambing dalam arus karma dan samskara-nya sendiri di alam kematian. Dan orang-orang yang masih hidup akan menyebut tempat dimana dia biasa bergentayangan sebagai tempat berhantu.
2. Atma ditangkap orang jahat
Alam mrtya loka ini keadaannya sangat liar dan bebas. Di alam ini berlaku hukum rimba, dimana yang kuat yang berkuasa. Kalau kita tinggal di tempat dimana ajaran dharma sangat lemah, ada kemungkinan buruk yang tidak diharapkan. Ketika atma menjadi hantu gentayangan dia ditangkap oleh orang jahat yang memiliki kelebihan dalam kekuatan supranatural. Ini bisa menjadi kemungkinan yang sangat buruk. Mungkin orang ini mengganggap atma sebagai setan, akibat dari
pengetahuan yang salah. Atma lalu dikurung dengan kunci kekuatan supranatural sehingga atma sulit mengeluarkan diri dalam jangka waktu yang lama.
Bisa juga atma ditangkap untuk dijadikan pelayan, budak atau mungkin akan diperalat untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan niskala jahat yang melanggar dharma, dsb-nya. Dengan demikian atma akan tenggelam ke dalam kejahatan dan karma buruk. Wujud dan pendaran energi-nya akan semakin negatif. Dan hanya masalah waktu dia kelak akan menjadi mahluk-mahluk alam bawah.
3. Atma ditarik masuk alam-alam bawah dan menjadi budak
Kalau kita tinggal di tempat dimana ajaran Shiwa atau Tantra sangat lemah, sehingga banyak ada hantu atau mahluk-mahluk alam bawah liar yang tidak mendapat tempat yang layak atau tidak diseberangkan, maka ada kemungkinan buruk yang tidak diharapkan. Ketika atma menjadi hantu gentayangan dia ditarik masuk alam-alam bawah, ditangkap dan diperbudak oleh mahluk-mahluk alam bawah yang memiliki kelebihan dalam kekuatan suprtanatural.
Atma akan dipancing dengan suara orang-orang yang dicintainya, atau dengan suara alunan musik yang indah, dsb-nya. Sehingga atma akan bergerak ke arah itu lalu dijerumuskan ke alam-alam bawah dan dijadikan budak. Ini adalah kemungkinan yang cukup mengerikan sehingga harus dihindari terjadi. Atma akan menjadi penghuni alam-alam bawah dan mengalami berbagai kesengsaraan yang berat. Dalam keadaan yang seperti itu kebodohan [avidya] dan ketersesatan kesadaran [acetana] akan semakin bertambah. Akan semakin sulit bertemu jalan suci dharma, semakin sulit bertemu pengetahuan sejati, tidak paham akan hukum sebab-akibat, terseret habis oleh akumulasi karma buruknya dan semakin tenggelam dalam kesengsaraan di dalam siklus samsara. Sangat sulit untuk keluar.
INGATLAH SELALU UNTUK SEGERA MELAKUKAN SADHANA MEMASUKI ALAM SUCI
Sehingga perlu ditekankan kembali, selalulah ingat, jangan pernah lupa, bahwa ciri kita sudah mati adalah kita bisa melihat tubuh kita sendiri. Mungkin kita melihat tubuh kita berdarah-darah, diangkut orang, keluarga kita menangis di depan tubuh kita, dsb-nya. Kalau itu semua terjadi, jangan lupa cepat-cepatlah mencari cermin atau mencari cahaya terang. Cepat-cepatlah sadar bahwa kita sudah mati, segeralah melakukan sadhana memasuki alam-alam suci, karena kita tidak punya banyak waktu. Sebelum diri kita terseret di dalam berbagai respon arus perasaan, emosi dan samskara atau mengalami kejadian-kejadian buruk.
Sumber: Buku Samsara, Perjalanan Sang Atma, Karya I Nyoman Kurniawan (Bab 8)
Sumber: Buku Samsara, Perjalanan Sang Atma, Karya I Nyoman Kurniawan (Bab 8)
0 Komentar