Oleh:
Saleppang
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU DHARMA NUSANTARA JAKARTA
JURUSAN KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU
2014/2015
KATA PENGANTAR
Om swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Hyang Widi Wasa(Om astungkara, Om suksme) atas berkat dan restu yang diberikannya sehingga makalah mata kuliah Bahasa Indonesia ini bisa terselesaikan dengan tepat pada waktunya.
Tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk mempermudah memahami rangkaian, perbedaan dan makna filosofi hari raya galungan.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan makalah ini, diantaranya: Bapak Raditya Dewa Agung Arsana, S.Ssebagai dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia, teman-temandikelas semua angkatan 2014 yang telah memberikan kami dukungan, serta semua pihakUniversitas Hindu Dharma Nusantara Jakarta yang terkaitdalam menyediakan sarana dan prasarana guna mempermudah pencarian literature.
Makalah yang kami buat ini sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran bagi pembaca sangat diharapkan guna dijadikan pembelajaran pada pembuatan makalah yang akan datang. Terima kasih atas partisipasinya semoga semua isi yang ada dalam makalah bermanfaat bagi bembaca.
Om santi, santi, santi Om
DAFTAR ISI
Cover........................................................................................................................................ iKata Pengantar............................................................................................................................. ii
Daftar Isi....................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 01
1.1 Latar Belakang................................................................................................................... 01
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................. 02
1.3 Tujuan................................................................................................................................. 02
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................ 03
2.1 Perbedaan Galungan di Bali dan Luar Bali......................................................................... 03
2.2 Rangkaia Pelaksanaan Hari Raya Galungan...................................................................... 03
2.3 Makna Filosofi Penampahan.................................................................................................. 04
BAB III PENUTUP.................................................................................................................. 07
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................... 07
3.2 Saran....................................................................................................................................... 07
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 08
BAB I
PENDAHULUN
Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuna yang artinya menang atau bertarung. Galungan juga sama artinya dengan dungulan, yang juga berarti menang. Karena itu di Jawa, wuku yang kesebelas disebut Wuku Galungan, sedangkan di Bali wuku yang kesebelas itu disebut Wuku Dungulan.
Namanya berbeda, tapi artinya sama saja. Seperti halnya di Jawa dalam rincian pancawara ada sebutan Legi sementara di Bali disebut Umanis, yang artinya sama: manis. Hakikatnya Galungan adalah perayaan menangnya dharma melawan adharma.Selain itu, Galungan pada hakikatnya untuk mensinergikan kekuatan suci yang ada dalam diri setiap manusia untuk membangun jiwa yang terang untuk menghapuskan kekuatan gelap (adharma) dalam diri.
Sejarah hari raya galungan berasal dari kepercayaan Hindu di Bali. Seorang asura bernama Mayadenawa adalah bakta Siva yang sangat tekun, dengan memuja Siva, ia memohon kekuatan agar mampu melakukan perubahan wujud. Dewa Siva berkenan muncul dan mengabulkan keinginannya.Ada ahirnya Mayadenawa menjadi sangat sakti dan mampu melakukan peruahan wujud hingga seribu kali perubahan.
Dengan kemampuan itulah raksasa ini menjadi sombong dan menguasai daerah Bali dan sekitarnya, saat itu tidak ada yang mampu untuk mengalahkanya.Ahirnya Dewa Indra turun ke bumi dan melakukan pertarungan dengan Mayadenawa, pertarungan berlangsung sengit hingga membuat Dewa Indra mengeluarkan Bajra.Singkat cerita raksasa Mayadenawa ahirnya gugur dalam pertarungan tersebut.Kemenangan Dewa Indra melawan raksasa Mayadenawa inilah yang dikenal sebagai Hari Raya Galungan.
Waktu pelaksanaan hari raya galungan memang sulit dipastikan kapan tepatnya pertama kali diadakan, oleh siapa dan dimana.Namun menurut Drs. I Gusti Agung Gede Putra selaku mantan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama RI mempekirakan Hari Raya Galungan sudah dalam dirayakan oleh umat Hindu di seluruh Indonesia sebelum populer di Pulau Bali.Tapi menurut lontar Purana Bali Dwipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) di tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804. Lontar tersebut berbunyi: “Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804.
Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.”Artinya: “Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.”Berdasarkan isi lontar di atas, sampai saat ini umat Hindu merayakan Hari Raya Galungan setiap 6 bulan Bali (210 hari) yaitu pada hari Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan) sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).
1.2 Rumusa Masalah
1. Apakah ada perbedaan hari raya Galungan di Bali dengan di Luar Bali?
2. Bagaimanakah rangkaian pelaksanaan hari raya Galungan?
3. Bagaimanakah makna filosofi penampahan pada hari raya Galungan?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui perbedaan hari raya Galungan di Bali dengan di Luar Bali
2. Mahasiswa dapat mengetahui rangkaian pelaksanaan hari raya Galungan
3. Mahasiwa dapat mengetahui makna filosofi penampahan pada hari raya Galungan
BAB II
PEMBAHASAN
Galungan di Bali dan luar Bali (Jawa) tentu saja berbeda.Perayaan Galungan di Bali dan di Jawa sedikit berbeda.Pelaksanaan Galungan di Bali sering di gunakan sebagai ajang untuk adu gengsi dan pamer kemewahan sehingga setiap perayaan Galungan umat Hindu Bali saling berlomba membuat sesaji, banten dan penjor semewah mungkin.Berbeda dengan umat Hindu diluar Bali (Jawa), mereka melaksanakan Galungan hanya dengan sesaji, banten dan penjor yang sederhana.
Perbedaan pelaksanaan ini mungkin dikarenakan jumlah umat yang berbeda di dua tempat ini. Di Bali jumlah umat Hindu sangat dominan sehingga mereka beradu gengsi antara umat yang satu dengan yang lain, tidak seperti umat di Jawa yang jumlah umatnya tidak sebanyak di Bali sehingga pelaksanaannya pun sederhana.
2.2 Rangkaian Pelaksanaan Hari Raya Galungan
1. Tumpek Wariga:Jatuh pada hari Saniscara, Kliwon, Wuku Wariga, atau 25 hari sebelum Galungan. Upacara ngerasakin dan ngatagin dilaksanakan untuk memuja Bhatara Sangkara, manifestasi Hyang Widhi, memohon kesuburan tanaman yang berguna bagi kehidupan manusia.
2. Anggara Kasih Julungwangi:Hari Anggara, Kliwon, Wuku Julungwangi atau 15 hari sebelum Galungan. Upacara memberi lelabaan kepada watek Butha dengan mecaru alit di Sanggah pamerajan dan Pura, serta mengadakan pembersihan area menjelang tibanya hari Galungan.
3. Buda Pon Sungsang:Hari Buda, Pon, Wuku Sungsang atau 7 hari sebelum Galungan. Disebut pula sebagai hari Sugian Pengenten yaitu mulainya Nguncal Balung. Nguncal artinya melepas atau membuang, balung artinya tulang; secara filosofis berarti melepas atau membuang segala kekuatan yang bersifat negatif (adharma).Oleh karena itu disebut juga sebagai Sugian Pengenten, artinya ngentenin (mengingatkan) agar manusia selalu waspada pada godaan-godaan adharma.Pada masa nguncal balung yang berlangsung selama 42 hari (sampai Buda Kliwon Paang) adalah dewasa tidak baik untuk: membangun rumah, tempat suci, membeli ternak peliharaan, dan pawiwahan.
4. Sugian Jawa:Hari Wraspati, Wage, Wuku Sungsang, atau 6 hari sebelum Galungan. Memuja Hyang Widhi di Pura, Sanggah Pamerajan dengan Banten pereresik, punjung, canang burat wangi, canang raka, memohon kesucian dan kelestarian Bhuwana Agung (alam semesta).
5. Sugian Bali:Hari Sukra, Kliwon, Wuku Sungsang, atau 5 hari sebelum Galungan. Memuja Hyang Widhi di Pura, Sanggah Pamerajan dengan Banten pereresik, punjung, canang burat wangi, canang raka, memohon kesucian, dan keselamatan Bhuwana Alit (diri sendiri).
6. Penyekeban:Hari Redite, Paing, Wuku Dungulan, atau 3 hari sebelum Galungan. Turunnya Sang Bhuta Galungan yang menggoda manusia untuk berbuat adharma. Galung dalam Bahasa Kawi artinya perang; Bhuta Galungan adalah sifat manusia yang ingin berperang atau berkelahi.Manusia agar menguatkan diri dengan memuja Bhatara Siwa agar dijauhkan dari sifat yang tidak baik itu. Secara simbolis Ibu-ibu memeram buah-buahan dan membuat tape artinya nyekeb (mengungkung/ menguatkan diri).
7. Penyajaan:Hari Soma, Pon, Wuku Dungulan, atau 2 hari sebelum Galungan. Turunnya Sang Bhuta Dungulan yang menggoda manusia lebih kuat lagi untuk berbuat adharma. Dungul dalam Bahasa Kawi artinya takluk; Bhuta Dungulan adalah sifat manusia yang ingin menaklukkan sesama atau sifat ingin menang.Manusia agar lebih menguatkan diri memuja Bhatara Siwa agar terhindar dari sifat buruk itu. Secara simbolis membuat jaja artinya nyajaang (bersungguh-sungguh membuang sifat dungul).
8. Penampahan:Hari Anggara, Wage, Wuku Dungulan, atau 1 hari sebelum Galungan. Turunnya Sang Bhuta Amangkurat yang menggoda manusia lebih-lebih kuat lagi untuk berbuat adharma. Amangkurat dalam Bahasa Kawi artinya berkuasa. Bhuta Amangkurat adalah sifat manusia yang ingin berkuasa.
2.3 Makna Filosofi Penampahan
Sehari sebelum hari raya Galungan umat Hindu di Bali umumnya menyiapkan perayaan Galungan dengan memotong hewan seperti ayam dan babi untuk pesta perayaan Galungan.Pengertian itu sesungguhnya suatu pemahaman yang sangat awam, namun hal itulah yang jauh lebih mentradisi daripada arti sesungguhnya Penampahan Galungan itu.
Penampahan Galungan dalam wujud ritual dirayakan dengan upacara Natab Sesayut Penampahan atau disebut dengan Sesayut Pamyak Kala Laramelaradan.Makna dari prosesi ritual ini adalah untuk mengingatkan umat agar membangun kekuatan Wiweka Jnana atau membangun kekuatan diri untuk mampu membeda-bedakan mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang baik dan mana yang buru. Mana yang patut dan mana yang tidak patut.Sehingga, dengan demikian secara tegas dapat kita menghindar dari kesalahan-kesalahan yang dapat membawa kita pada kehidupan yang adharma.Jadi penyembelihan ayam dan babi itu sesungguhnya sebagai simbol untuk menyembelih sifat-sifat serakah suka bertengkar seperti sifat buruk dari ayam dan sifat-sifat malas pengotor seperti babi.
Karena binatang itu juga memiliki sifat-sifat baik secara instingtif. Tentunya akan menjadi mubazir kalau perayaan hari Penampahan ini kita rayakan hanya dengan pesta-pesta. Hendaknyalah disertai renungan untuk dengan sungguh-sungguh kita berusaha untuk menyembelih sifat-sifat malas dan serakah yang mungkin masih melekat dalam diri kita.Dengan demikian saat Galungan berikutnya kita sudah menjadi lebih baik dari Galungan sebelumnya.
Salah satu sumber penderitaan umat manusia di dunia ini adalah karena sering dibelit oleh sifat malas namun serakah.Ingin hidup enak dan senang tetapi malas berusaha.Inilah musuh manusia yang sering menyelinap dalam dirinya.Dalam merayakan hari raya Galungan sebagai hari untuk mengingatkan umat manusia agar senantiasa menyadari dirinya sering kalah melawan kemalasan dan keserakahan.Sebagai akibatnya manusia pun menderita karena sering kalah melawan sifat malas dan serakah itu.Karena itu, dalam perayaan Galungan secara terus-menerus diingatkan agar selalu waspada pada dua sifat yang dapat menjerumuskan manusia pada kehidupan yang menderita.
Kemalasan dan keserakahan berasal dari Guna Tamas dan Guna Rajah. Sesungguhnya Guna Tamas dan Rajah itu akan menjadi positif apabila dapat dikendalikan oleh Guna Sattwam. Guna Tamas dan Guna Rajas itu akan menunjukkan aspek positifnya kalau ia berada di bawah kendali Guna Sattwam.
Karena itulah salah satu yang diingatkan dalam perayaan Galungan adalah melakukan Ngerebu saat upacara Sugian.Upacara Ngerebu menggunakan bebek sebagai lambang Guna Sattwam.Saat Sugian itulah umat diingatkan untuk memperkuat Guna Sattwam-nya.Selanjutnya saat Embang Sugian melakukan anyekuing jnana nirmalakna.Ini artinya menyatukan kekuatan dan kesadaran diri sendiri.Dari semuanya itulah kita dapat mengalahkan kemalasan dan keserakahan.
Selanjutnya marilah buktikan dalam perayaan Galungan ini kita menang.Bagaimana membuktikannya, cobalah mulai kita menangkan produk lokal untuk digunakan sebagai sarana upacara dalam merayakan Galungan.Meskipun kualitas dan kuantitasnya masih kalah dengan produk import. Penggunaan produk lokal itu akan mendorong kita untuk mengupayakan agar produk lokal hasil karya sendiri itu lebih diupayakan peningkatan mutu dan kuantitasnya. Gunakanlah sarana hasil daerah kita untuk merayakan Galungan seperti buah-buahan, bunga-bungaan, demikian juga sarana-sarana lainnya.
Buktikanlah selama perayaan Galungan makin kecil jumlah umat yang mabuk karena merayakan Galungan.Tidak ada yang kebut-kebutan di jalan raya saat Galungan.Bahkan kita mampu menunjukkan selama perayaan Galungan pelanggaran lalu lintas menurun drastis.Merayakan Galungan dengan lebih menonjolkan pengumbaran hawa nafsu, jelas suatu kekalahan.
Kalau masih merayakan hari raya keagamaan lebih menonjolkan pengumbaran hawa nafsu jelas angka-angka negatif akan lebih menonjol dari angka-angka positif. Misalnya setiap perayaan Galungan justru statistik pelanggaran lalu lintas meningkat.Jumlah orang berkelahi karena mabuk justru meningkat saat-saat merayakan Galungan.Jumlah pengotoran lingkungan semakin banyak.Usai hari raya Galungan justru lingkungan lebih kotor dari sebelumnya.Demikian juga orang masuk rumah sakit lebih meningkat saat Galungan karena pesta-pesta yang salah kaprah.
Merayakan Galungan untuk memenangkan Dharma justru harus diupayakan dengan sadar untuk membalik angka-angka negatif menjadi angka-angka positif.Demikian juga perayaan Galungan dijadikan momentum melakukan gerakan untuk mengatasi problem sosial.Misalnya gerakan untuk tidak menjadikan tempat suci sebagai arena judi, minum-minuman keras dan pesta-pesta pora yang berlebihan.(Balihita, 2013).
BAB III
PENUTUP
• Kata “Galungan” berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya ‘Kemenangan’. Wuku Dungulan juga memiliki arti kemenangan.
• Sejarah Galungan berawal dari raksasa Mayadenawa (bakta Dewa Siva) yang sangat sakti bisa melakukan seribu kali perubahan. Kesombongan raksasa ini dikalahkan oleh Dewa Indra dengan Bajra. Kemenangan Dewa Indra tersebut dikenal dengan Hari Raya Galungan.
• Waktu pelaksanaan hari raya Galungan dijelaskan dalam Lontar Purana Bali Dwipa yang dilaksanakan pertama kali tahun 804 saka atau 882 M, yaitu pada waktu purnama kapat, wuku dungulan, Rabu kliwon.
• Hari raya Galungan di Bali sering di gunakan sebagai ajang untuk adu gengsi dan pamer kemewahan sehingga setiap perayaan Galungan umat Hindu Bali saling berlomba membuat sesaji, banten dan penjor semewah mungkin. Berbeda dengan diluar Bali (Jawa) umat Hindu hanya membuat sesaji, banten dan penjor yang sederhana saja.
• Ragkaian pelaksanaan hari raya Galungan dimulai dari tumpek warige, Sugian jawa dan bali, penyekepan, penyajaan, penampahan dan terahir Galungan.
• Makna filosofi Penampahan pada hari raya Galungan secara mikro yakni memotong sifat-sifat rajasik dan tamasik dalam diri manusia.
3.2 Saran
• Hari raya Galungan merupakan kemenangan Dharma melawan Adharma, hendaknya jangan disalah gunakan sebagai ajang perlombaan atau hura-hura.
• Harapan kami, semua umat hindu di Indonesia mengerti makna filosofi penampahan, sehingga mereka sadar bahwa mengendalian diri sangat dibutuhkan guna meningkatkan sifat satwam.
DAFTAR PUSTAKA
Balihita.2013. Makna Penampahan Galungan (Online).http://berita.balihita.com. Diakses Pada Tanggal 19 Desember 2014
0 Komentar