Di dalam proses kematian ada beberapa tahap yang akan dialami oleh semua orang. Yaitu sebagai berikut ini.
TAHAP MELEMAHNYA IKATAN JEJARING UNSUR-UNSUR PANCA MAHA BHUTA PEMBENTUK BADAN FISIK
Mulai melemahnya ikatan jejaring unsur-unsur panca maha bhuta pembentuk badan akan diawali dengan beberapa ciri-ciri fisik, yaitu :
1. Badan kita kehilangan kekuatan geraknya. Kita sulit bergerak dan badan terasa seperti ditindih benda berat.
2. Yang berikutnya akan terjadi adalah mata, mulut dan tenggorokan kita terasa seret dan tersumbat. Kita menjadi merasa kehausan. Lalu mata, mulut dan tenggorokan kita terasa kering. Saluran kencing dan kotoran kita tidak lagi bisa kita kendalikan. Mungkin dari saluran pembuangan kita akan keluar kencing dan kotoran tanpa terkendali. Nafas kita terasa dingin. Ini adalah ciri-ciri fisik kedua
atau berikutnya bahwa dalam badan fisik kita terjadi semakin melemahnya ikatan jejaring unsur-unsur panca maha bhuta pembentuk badan.
Disini sebagai reaksi dari pikiran umumnya muncul berbagai gejolak pikiran, emosi dan perasaan yang berkecamuk. Bagi kita yang sudah mempelajari ajaran dharma, kita tahu apa yang harus kita lakukan. Kita harus menyambut moment ini dengan penuh ketenangan dan keseimbangan bathin. Jangan terseret dengan berbagai rasa sakit fisik, arus pikiran, emosi dan perasaan yang berkecamuk. Harus tetap tenang dan penuh kerelaan melepas kehidupan ini. Kecemasan, rasa takut, rasa sengsara dan ketidakrelaan di dalam menyambut kematian akan memperparah rasa sakit fisik dan mental. Kita harus ingat bahwa semua orang pasti akan mati dan semua orang tidak terhindarkan pasti akan mengalami hal yang sama seperti ini. Kita tidak punya pilihan lain selain bersikap damai di moment ini.
Apapun yang terjadi di moment menjelang saat-saat kematian tiba, rasa sakit apapun yang muncul pada badan dan pikiran kita, sambut dengan damai dan penuh kasih sayang. Mengalir dan menjadi jadi satu dengan pengalaman ini dalam senyum damai. Dengan demikian kita membiarkan kesadaran bathin kita tetap tenang-seimbang dan damai menuju ke tahap berikutnya. Kalau dalam moment ini kita mengadakan "perlawanan", kematian akan menjadi proses yang pasti lebih menyakitkan, mungkin rasanya seperti kita diaduk-aduk. Badan fisik, pikiran dan perasaan kita berkecamuk liar.
Dan pada moment ini, apapun yang terjadi semasa hidup kita, penting bagi kita untuk melepaskan semua keterikatan-keterikatan kita dalam kehidupan. Ketidakrelaan untuk mati berpisah dengan kehidupan [karena berbagai keterikatan] dan perlawanan akan membuat kematian menjadi peristiwa buruk, mengerikan dan menyakitkan.
Ingatlah bahwa ini bukanlah pengalaman kehilangan segala-galanya, melainkan pengalaman memasuki lembaran kehidupan yang baru yang penuh dengan harapan yang terang-benderang. Jadi hadapi moment ini dengan sukacita, damai, penuh kerelaan untuk melepaskan segalanya, serta penuh harapan akan pengalaman baru yang terang-benderang.
Sekali lagi bahwa di dalam ajaran Hindu Dharma jelas sekali disebutkan bahwa untuk dapat mengalami proses kematian dan perjalanan kematian yang terang dan indah kuncinya adalah selalu terserap ke dalam atman, selalu terserap dalam samadhi. Atau dalam bahasa yang sederhana, selalu terserap dalam samadhi adalah bathin yang damai, jernih dan tenang-seimbang.
Kalau bersikap dengan penuh kesadaran sulit untuk kita lakukan, cara yang disarankan adalah di moment ini kita melakukan meditasi. Kejernihan pikiran yang muncul dari meditasi akan membantu kita melewati moment ini. Kalau kita tidak bisa meditasi, pejamkan mata dan lakukan dhyanawidhi
atau memvisualkan Satguru, atau Ista Dewata pengayom dan pelindung pribadi kita, atau Ista Dewata yang paling sering kita puja, ada dihadapan kita. Dengan memvisualkan Satguru atau Ista Dewata akan menghadirkan Beliau. Lalu visualkan dari kedua telapak tangan Beliau memancar cahaya suci berwarna putih yang menyelimuti seluruh tubuh kita dan membuat kita merasa sangat nyaman. Kalau visual kita kuat, ini akan tidak saja membuat kita tenang karena ada dalam naungan perlindungan Beliau, tapi juga akan membuat perjalanan kita selanjutnya lebiah baik.
3. Ciri-ciri fisik ketiga adalah kita merasa makin lama makin sulit bernafas. Nafas menjadi semakin pendek dan sangat sulit untuk bernafas. Ini adalah pertanda fisik terakhir dari melemahnya ikatan jejaring unsur-unsur panca maha bhuta pembentuk badan.
4. Ciri-ciri bahwa kematian sudah di depan mata adalah melemahnya ingatan dan kesadaran. Karena badan fisik yang terbentuk dari unsur-unsur panca maha bhuta semakin melemah ikatan-ikatannya, maka kita akan mulai sulit mengingat nama keluarga atau teman-teman yang menunggui di sekeliling kita, bahkan kemudian kita akan makin sulit ingat atau mengenali mereka.
5. Kemudian dalam tahap berikutnya segalanya menjadi kabur. Kita akan tidak lagi menyadari dunia luar. Perasaan terakhir kita dari berhubungan dengan alam marcapada [alam fisik] mulai perlahan-lahan lenyap. Setiap mahluk [hewan, manusia dan termasuk janin dan bayi] yang mati pasti mengalami proses ini. Akan tetapi durasi atau jangka waktu terjadinya proses ini sangatlah berbeda-beda pada masing-masing mahluk.
Perbedaan durasi ini disebabkan oleh berbagai faktor. Seperti kekuatan atau kesehatan badan fisik masing-masing, perasaan tidak rela untuk meninggal, cara-cara mengalami kematian, dsb-nya. Misalnya orang yang meninggal seketika dalam kecelakaan juga tetap sama mengalami proses ini, tapi terjadinya dengan sangat cepat.
TAHAP TRANSENDEN PERTAMA : MUNCULNYA SEMUA INGATAN KEHIDUPAN DARI KARANA SARIRA
Ketika kesadaran terakhir kita dari berhubungan dengan alam fisik telah lenyap, tahap berikutnya adalah kesadaran atma akan “melompat” berpindah dari sthula sarira [badan fisik] ke lapisan badan karana sarira. Salah satu aspek dari karana sarira adalah lapisan badan ini merupakan "gudang" tempat penyimpanan rekaman dan ingatan atau memory seluruh kehidupan-kehidupan kita dan karma-karma kita.
Artinya beberapa saat setelah ikatan jejaring unsur-unsur panca maha bhuta pembentuk badan telah sepenuhnya kehilangan kekuatannya, seseorang akan mengalami tahap transenden pertama, yaitu kesadaran atma akan “melompat” berpindah ke lapisan badan karana sarira dan diikuti munculnya
rekaman atau memori dari seluruh masa kehidupan kita yang tersimpan di karana sarira.
Seluruh akumulasi pengalaman kehidupan akan muncul dari segala sudut pikiran, kejadian demi kejadian. Seperti film yang diputar cepat. Semua kejadian dan pengalaman hidup kita akan terlihat sangat jelas dan detail layaknya kita menonton film layar lebar.
Bila dalam masa kehidupan kita hidup dengan banyak mementingkan diri sendiri dan banyak melakukan pelanggaran dharma, angkuh, sombong, serakah, ingin menang sendiri, pemarah, tidak jujur, banyak iri hati-nya, pikirannya dualistik, dsb-nya, tahap transenden pertama ini akan menjadi pengalaman yang mengerikan. Setiap orang dan setiap mahluk yang pernah kita hina, kita jelek-26 jelekkan, kita tipu, kita sakiti, dsb-nya, dalam masa kehidupan akan muncul dengan penuh amarah dan mungkin dengan wujud mengerikan. Moment kehidupan kita yang penuh kesalahan dan gejolak emosi akan diputar kembali, yang akan membuat seluruh perasaan kita kacau-balau, mengerikan, dipenuhi rasa kengerian, rasa ketakutan dan rasa kesedihan mendalam.
Kita juga akan mendengar berbagai suara-suara mengerikan. Suara-suara seolah-olah kita akan dicincang, disiksa, dibunuh dan berbagai suara-suara mengerikan lainnya. Harus dipahami bahwa suara-suara ini bukanlah suara setan, juga bukan suara Tuhan yang marah dan menghukum, melainkan suara yang merupakan bayangan atau pantulan dari samskara atau kondisi pikiran kita sendiri. Terutama rasa bersalah dan pantulan sifat-sifat jahat yang sama sekali tidak akan bisa lagi disembunyikan, ditipu-daya atau dimanipulasi disini.
Seluruh kejahatan langsung maupun tidak langsung yang kita lakukan semasa kehidupan, yang menyakiti, menyiksa atau menyengsarakan mahluk lain, dampak kesengsaraannya akan menghujam kita bagai hujan pisau yang sangat menyakitkan pikiran kita di moment ini.
Sebaliknya bila dalam masa kehidupan kita hidup dengan bathin bersih, penuh welas asih, banyak melakukan kebaikan-kebaikan dan jarang melakukan pelanggaran dharma, tahap transenden pertama ini akan menjadi pengalamanyang damai dan indah. Setiap orang dan setiap mahluk yang kita sayangi, atau yang pernah kita bantu atau kita bahagiakan dalam masa kehidupan akan menyambut kita dengan senyuman hangat, rasa sayang dan penuh rasa terimakasih. Dengan kualitas kehidupan yang demikian mulia, kita juga bisa mengalami pengalaman surgawi bertemu mahluk-mahluk suci atau bertemu dewa-dewi. Disana akan muncul kedamaian di dalam menyambut kematian.
Orang yang semasa hidupnya bathinnya bersih, sangat jarang melakukan pelanggaran dharma dan benar-benar baik hatinya, cenderung akan melewati alam ini dengan lebih lancar dan tenang. Seluruh kebaikan langsung maupun tidak langsung yang kita lakukan semasa kehidupan, yang membahagiakan, melegakan atau menyenangkan mahluk lain, di moment ini dampak kebahagiaannya akan mengguyur kita laksana mata air yang segar dan jernih yang menyejukkan pikiran kita.
Durasi atau jangka waktu terjadinya proses ini bagi mereka yang akan mati adalah selama sekitar 20 menit sampai dengan 60 menit. Setiap orang durasinya berbeda. Tapi bagi mereka yang hanya mengalami mati suri durasinya bisa lebih panjang. Inilah pengetahuan dharma yang sangat penting untuk diketahui dalam proses kematian : apapun yang terjadi tahap transenden pertama ini, sangat
penting di tahap ini untuk tidak terseret oleh arus emosi dan perasaan seperti rasa bersalah, rasa sedih, rasa takut, rasa marah, rasa tidak rela, dsb-nya. Bathin kita harus tetap tenang-seimbang dan memandang semua pengalaman tersebut dengan damai dan penuh welas asih. Karena sekali lagi, kondisi bathin kita pada setiap tahap-tahap kematian yang akan menjadi penentu ke alam mana atma kita selanjutnya akan pergi.
Dan tentu saja bagi mereka yang dalam masa kehidupan banyak mementingkan diri sendiri, banyak melakukan pelanggaran dharma, angkuh, sombong, serakah, ingin menang sendiri, pemarah, tidak jujur, banyak iri hati-nya, pikirannya dualistik, dsb-nya, upaya menjaga keseimbangan bathin di tahap transenden pertama ini mungkin akan amat sangat berat dan sulit untuk dilakukan.
Jadi penulis akan memberi sebuah pertanyaan yang harus dijawab sendiri oleh masing-masing pembaca, “adakah gunanya dalam masa kehidupan ini kita tekun melaksanakan sadhana dharma : tidak mementingkan diri sendiri, mengendalikan diri, selalu bersikap penuh welas asih, banyak melakukan kebaikan, tidak menyakiti, melaksanakan tri kaya parisudha, rajin sembahyang [atau japa mantra] dan berlatih meditasi ?”
TERJADINYA KEMATIAN
Setelah berakhirnya tahap transenden pertama yang dijelaskan diatas, maka artinya kematian sudah benar-benar di depan mata. Pada saat akan terjadinya kematian, energi prana dari pranamaya kosha [lapisan badan prana atau energI kehidupan], bergerak mengalir dari seluruh chakra [dalam tubuh manusia ada ribuan chakra], dari seluruh ujung-ujung badan, ujung-ujung tangan dan ujung-ujung kaki dan semuanya berkumpul di chakra jantung [chakra anahata]. Lalu dari jantung prana bergerak menuju ubun-ubun.
Tepat saat prana mencapai ubun-ubun, atma berpindah “melompat” dari karana sarira ke badan halus [linga sarira]. Linga sarira ini akan melayang beberapa senti di atas sthula sarira. Tapi pada saat itu, antara sthula sarira dan linga sarira masih terhubung melalui tali sutratman [tali energi berwarna keperakan] dari chakra mahkota [ubun-ubun] sthula sarira ke chakra mahkota linga sarira. Selama tali sutratman ini tidak putus, maka selama itu pula orang yang walaupun nafasnya sudah tidak ada, jantungnya sudah berhenti berdetak atau secara medis dinyatakan sudah mati, dia dapat hidup kembali.
Kadang disebut ada "keajaiban" dimana orang yang sudah mati bisa hidup kembali, atau dengan kata lain orang yang mengalami mati suri. Kata "keajaiban" digunakan mungkin karena ketidakpahaman tentang hukum yang bekerja di balik layar. Sebenarnya selama tali sutratman ini tidak putus, walaupun seseorang secara medis telah dinyatakan mati, selama itu pula sesorang masih dapat kembali ke badan fisiknya, walaupun dia telah melakukan berbagai perjalanan di alam kematian. Ini yang dialami orang yang mati suri dan hidup kembali. Mungkin orang itu akan bercerita tentang pengalaman bertemu kerabat atau kenalan yang sudah lebih dahulu mati, melihat cahaya terang, dsb-nya.
Pada detik terputusnya tali sutratman inilah seseorang benar-benar pasti akan mati dan tidak mungkin untuk dapat hidup kembali. Bersamaan dengan putusnya tali sutratman tadi, prana di ubun-ubun juga buyar, kembali kepada samudera besar energi prana alam semesta. Dan sekali lagi penulis jelaskan bahwa setiap mahluk [hewan, manusia, dan termasuk janin dan bayi] yang mati pasti juga sama mengalami keseluruhan proses ini.
Sumber: Buku Samsara, Perjalanan Sang Atma, Karya I Nyoman Kurniawan (Bab 4)
Sumber: Buku Samsara, Perjalanan Sang Atma, Karya I Nyoman Kurniawan (Bab 4)
0 Komentar