VIDEHA MUKTI : MOKSHA DI ALAM KEMATIAN DUA TAHAP TRANSENDEN BERIKUTNYA DAN DUA KESEMPATAN UNTUK MENCAPAI MOKSHA
Setelah terjadinya kematian, maka seseorang akan mengalami beberapa tahap transenden, dimana disana tersedia pintu-pintu untuk mengalami moksha. Setiap mahluk [hewan, manusia dan termasuk janin dan bayi] yang mati pasti juga akan sama mengalami proses ini. Yang menentukan keberhasilannya hanya satu, yaitu tingkat kesadaran masing-masing.
Pada hewan atau manusia yang tingkat kesadarannya sangat rendah, hampir bisa dipastikan akan melewatkannya begitu saja. Artinya sama sekali tidak sadar dengan adanya pengalaman ini.
TAHAP TRANSENDEN KEDUA : PINTU PERTAMA UNTUK MENGALAMI MOKSHA - MUNCULNYA CAHAYA TRI DATU
Pada saat terjadinya pengumpulan energi prana di chakra jantung [chakra anahata], sebagaimana dijelaskan sebelumnya diatas, inilah merupakan kesempatan atau pintu pertama bagi kita untuk mengalami moksha. Artinya mari kita ulangi lagi kejadiannya pada saat terjadinya kematian, yaitu setelah berakhirnya tahap transenden pertama yang dijelaskan diatas. Ketika tahap transenden pertama berakhir, maka kesadaran atma akan “melompat” berpindah dari karana sarira ke lapisan badan linga sarira [badan halus]. Dan disaat itu juga dimana mulai terjadinya pengumpulan energi prana di chakra jantung [chakra anahata], kita akan “sadar” kembali dalam lapisan badan linga sarira.
Arti kata sadar disini adalah bisa sangat macam-macam kejadiannya masing-masing orang. Ada yang setengah sadar, artinya suara-suara yang didengar tidak jelas dan penglihatannya sangat kabur, antara muncul-lenyap. Ada yang setengah sadar dengan suara yang didengar cukup jelas dan tapi penglihatannya sangat kabur. Dsb-nya. Tapi kebanyakan orang akan sadar dengan suara-suara yang didengar dan penglihatan jelas.
Dalam proses terjadinya pengumpulan energi prana di chakra jantung [chakra anahata] kita tidak akan bisa merasakan sthula sarira [badan fisik] kita lagi. Kita masih punya waktu beberapa saat untuk melihat diri kita sendiri terbaring mati dan dikelilingi keluarga menangis. Ini kejadian tepat sebelum
datangnya kesempatan pertama untuk mengalami moksha. Di moment ini kita sama sekali jangan terlena atau terhanyut situasi, karena pada kesempatan pertama ini waktu kita sangat sedikit. Melihat tubuh kita sendiri terbaring tak berdaya, tidak lagi merasakan tubuh, cepat-cepatlah sadar bahwa kita sudah mati, karena kita tidak punya banyak waktu untuk kesempatan pertama ini. Jangan terseret arus perasaan kita yang mungkin shock, tegang atau sedih. Jangan menyesali hidup. Jangan memperdulikan keluarga menangis. Atau kalau cara meninggal kita dengan kecelakaan, jangan menyesali tubuh kita yang tergeletak bedarah-darah. Kita sudah tidak dapat berbuat apapun lagi. Jangan memperhatikan hal tidak berguna apapun.
Satu-satunya fokus kita adalah konsentrasi. Cermatlah dan lihatlah dengan sebaik-baiknya. Dalam tubuh kita ada nadi, atau jejaring saluran-saluran energi prana. Jumlahnya ada 72.000 nadi. Diantaranya terdapat 3 nadi yang terpenting yaitu Ida, Pingala dan Sushumna. Ida adalah saluran kiri, energi feminim yang dingin. Pingala adalah saluran kanan, saluran maskulin yang panas. Sushumna
adalah saluran tengah. Ketiga saluran utama energi prana inilah yang akan bekerja dalam kesempatan moksha pertama ini.
Dari chakra mahkota [di ubun-ubun] akan ada cahaya putih bergerak menuju chakra anahata atau chakra jantung [di ulu hati]. Pertanda kejadian ini sudah dimulai adalah dalam penglihatan kita akan melihat munculnya kabut cahaya tipis berwarna keputihan. Pertanda lainnya ketika ini terjadi pikiran kita akan menjadi jernih.
Kemudian dari chakra manipura [pusar] akan ada cahaya merah juga bergerak menuju chakra anahata. Pertanda kejadian ini sudah dimulai adalah dalam penglihatan kita melihat munculnya kabut cahaya tipis berwarna kemerahan. Pertanda lainnya ketika ini terjadi pikiran kita diliputi oleh kebahagiaan. Ketika cahaya putih dan cahaya merah ini berkumpul di chakra anahata dia akan berubah menjadi warna hitam. Inilah penyatuan cahaya Tri Datu yang mahasuci. Pertanda kejadian ini bagi kita adalah penglihatan kita berubah menjadi kegelapan total dan pikiran kita akan memasuki keheningan dan kenyamanan total.
Disini kita harus konsentrasi penuh dan amat sangat cermat. Waktu kita sangat sedikit dan terbatas, sebelum kita kehilangan kesadaran masuk ke sushupti [tidur lelap tanpa mimpi]. Waktunya hanya beberapa detik saja, kita harus perhatian dan cepat. Kalau kita mengenal pengetahuan dharma ini, berkonsentrasi dengan baik dan cermat, serta kita dapat terserap ke dalam atman / terserap dalam samadhi [atau dalam bahasa yang sederhana, bathin yang damai, jernih dan tenangseimbang], kita akan dapat berhasil melompat masuk [menyatukan kesadaran] ke dalam warna hitam ini. Kalau kita berhasil maka atma kita akan menyatu dengan energi prana yang berkumpul di chakra jantung, lalu bergerak menuju ubun-ubun [chakra mahkota].
Atma akan turut serta bersama prana keluar dari badan melalui ubun-ubun [chakra mahkota]. Prana akan menyatu dengan samudera prana alam semesta dan atma akan terbebas dari segala bentuk lapisan badan dan mengalami moksha. Seluruh lapisan tubuh [panca maya kosha] akan terurai [meninggal], sehingga atma akan terbebaskan secara alami, kembali kepada realitas sejatinya yang absolut dan tidak terpikirkan.
Ini juga berlaku bila di dalam masa kehidupan penuh dengan welas asih dan kebaikan dan disaat-saat kematian bathin kita tenang-seimbang. Serta kalau kita mengenal pengetahuan dharma ini, berkonsentrasi dengan baik dan cermat, maka pada proses ini kita sangat besar kemungkinan akan berhasil. Ketika atma mengalami moksha, atma kembali kepada realitasnya yang sejati, kesadaran murni yang tidak terpikirkan, yang meliputi segala keberadaan maupun diluar keberadaan. Dan seluruh lapisan badan [panca maya kosha] akan terurai [meninggal]. Itu sebabnya di dalam Hindu kita sangat familiar dengan kisah orang yang mengalami moksha, dimana cirinya badan fisik-nya akan lenyap. Sesungguhnya bukan hanya badan fisik [sthula sarira] saja yang terurai, tapi seluruh lapisan badan [panca maya kosha] akan terurai [meninggal].
Orang kebanyakan yang mengalami kejadian ini banyak sekali yang melewatkannya begitu saja dan bahkan sama sekali tidak sadar dengan adanya pengalaman ini. Karena berlangsung sangat cepat. Tapi anda yang memiliki pengetahuan dharma, hendaknya memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaikbaiknya.
TAHAP TRANSENDEN KETIGA : PINTU KEDUA UNTUK MENGALAMI MOKSHA - MUNCULNYA CAHAYA ATMAN [PARAMAJYOTIR]
Kalau kita gagal di kesempatan pertama tersebut kita akan masuk ke kondisi sushupti [tidur lelap tanpa mimpi] selama beberapa saat, sampai kemudian munculnya cahaya atman atau paramajyotir.
Ketika tahap transenden kedua berakhir, dimana kesadaran atma ada dalam lapisan badan linga sarira [badan halus] dan kemudian kematian terjadi.
Disaat kematian terjadi itu juga pada tahap transenden ketiga akan terjadi tahap kesadaran atma akan kembali sempurna, bebas dari segala bentuk lapisan badan. Atman kembali utuh sempurna kepada hakikat sejatinya. Cahaya atman ini adalah realitas sejati semua mahluk sebagaimana yang dibahas di dalam banyak sekali kitab suci Hindu, seperti misalnya di dalam salah satu sloka di dalam Chandogya Upanishad : "Ada cahaya yang sinarnya melampaui dunia, melampaui segala keberadaan, melampaui segalanya, melampaui alam mahasuci tertinggi. Ini adalah cahaya kesadaran murni yang ada di dalam dirimu sendiri”.
Moment ini adalah gerakan penyatuan kesadaran dengan cahaya atman. Kesadaran murni cahaya realitas diri kita yang sesungguhnya. Bila anda sering melatih meditasi Pranayama Dhyana [ada di dalam buku Moksha Puncak Kesadaran Diri dan Penyatuan Kosmik] dan mengalami samadhi, maka pasti akan sudah amat kenal dengan pengalaman ini. Kedamaian tidak terhingga dan sulit dilukiskan dengan kata-kata yang dialami ketika titik samadhi tercapai. Ini adalah pengalaman yang sama.
Tapi cahaya atman ini hendaknya dibedakan dengan lorong cahaya masuk menuju alam-alam suci dalam perjalanan nanti melintasi alam antarabhava pada saat kematian. Keduanya adalah cahaya yang berbeda. Disinilah latihan meditasi yang kita lakukan semasa masih hidup akan amat sangat berguna. Kebanyakan dari kita manusia tidak siap menghadapinya dan tidak dapat mengenalinya karena semasa kehidupan kita tidak mengakrabkan diri dengan pengalaman samadhi.
Ini adalah avidya [kebodohan, ketidaktahuan] yang menghalangi banyak mahluk mengalami moksha. Dalam siklus samsara pengalaman ini sesungguhnya sudah berjuta-juta kali kita alami, sudah berjuta-juta kali mengalami gerakan penyatuan kesadaran dengan cahaya atman. Tapi karena kegelapan avidya [kebodohan, ketidaktahuan], kita terus saja berkelana tanpa akhir di dalam siklus samsara.
Disinilah seluruh latihan sadhana yang kita lakukan semasa masih hidup akan amat sangat berguna. Melalui latihan sadhana maka secara bertahap kita terus mengikis segala kegelapan bathin dan terus menumbuhkan sifat welas asih. Karena jika semasa hidup kita sudah dapat mengalami moksha, artinya kesadaran kita dipenuhi keseimbangan bathin [upeksha], bebas dari sad ripu [citta-suddhi], serta penuh welas asih dan kebaikan [daydhvam dan datta], maka kemungkinan sangat besar bahwa di moment ini gerakan penyatuan kesadaran dengan cahaya atman akan sempurna. Atma akan segera menyatu dengan cahaya atman ini dan mengalami moksha, penyatuan sempurna dengan yang tidak terpikirkan.
Artinya bagi seorang jivan-mukta, orang yang semasa hidup ke-aku-annya sudah lenyap [nirahamkarah], sangat memungkinkan dia akan segera menyatu dan mengalami Moksha. Keberadaannya langsung menyatu sempurna dengan segala keberadaan, menyatu sempurna dengan yang cahaya mahasuci yang tidak terpikirkan. Laksana segelas air yang dituangkan ke dalam samudera, langsung menyatu sempurna.
Sebaliknya kalau semasa kehidupan kita tidak melakukan latihan sadhana, apalagi cenderung mementingkan diri sendiri dan banyak melakukan pelanggaran dharma, maka di moment ini yang muncul adalah avidya [kebodohan, ketidaktahuan], sehingga kita akan gagal menyatu dengan cahaya atman ini dan gagal mengalami moksha.
Kalau kita mengenal pengetahuan dharma ini, serta kita dapat terserap ke dalam atman / terserap dalam samadhi [atau dalam bahasa yang sederhana, bathin yang damai, jernih dan tenang-seimbang], kita akan berhasil menyatukan kesadaran atma dengan cahaya atman ini. Jangka waktu kemunculan cahaya atman ini sangat bervariasi. Bagi seorang sadhaka yang bathinnya bersih dan sangat terlatih dalam meditasi tapi dalam hidupnya belum mengalami moksha, cahaya atman ini bisa berlangsung selama ia mampu terserap ke dalam atman, berdiam diri dengan jernih, tenang, damai dan tidak terganggu. Ini akan terus berlangsung dalam jangka waktu tertentu [paling lama sampai 4 hari] sampai dia menyatu dengan cahaya atman ini dan mengalami moksha. Ketika atma mengalami moksha, seluruh lapisan badan [panca maya kosha] akan terurai [meninggal].
Bagi sebagian orang yang merupakan sadhaka yang bathinnya bersih dan dan terlatih tapi belum matang, cahaya atman ini bisa berlangsung selama 10 – 30 menit. Sedangkan bagi orang kebanyakan atau orang biasa, yang bathinnya belum bersih, cahaya atman ini bisa berlangsung hanya selama 1 – 2 detik saja. Setelah itu segalanya akan gelap dan dia akan memasuki kondisi sushupti [tidur lelap tanpa mimpi].
Apa yang dibicarakan oleh penulis ini pasti akan sangat dipahami bagi sadhaka yang terlatih mengalami samadhi dalam meditasi. Yang menyebabkan adanya perbedaan durasi ini adalah karena tingkat kesadaran setiap orang berbeda-beda. Ketika terjadi tahap gerakan penyatuan kesadaran dengan cahaya atman, munculnya cahaya atman atau parama-jyotir ini, respon orang kebanyakan akan merasa kaget, terkejut dan takut. Ini sematamata karena manusia masih saja akan bergelut dengan emosinya, kebiasaan hidupnya, rasa takutnya, dsb-nya. Meskipun segala emosi-emosi negatif akan lenyap saat cahaya atman ini muncul, akan tetapi dibaliknya masih tersimpan segala kegelapan bathin yang belum terkikis. Masih ada kecenderungan pikiran, perasaan dan respon kebiasaan kita semasa kehidupan. Sehingga bukannya membuka diri dengan sepenuhnya, menyerahkan diri dengan kerelaan yang penuh, segera melompat masuk, lebur menyatu dengan cahaya atma ini dan mengalami moksha, tapi respon atau reaksi manusia kebanyakan di moment ini secara naluriah adalah terkejut atau terusik, mundur dan berpegangan erat dengan segala kecenderungan dari masa kehidupan.
Sehingga cahaya atman ini bisa berlangsung hanya selama 1 – 2 detik saja dan moksha tidak terjadi. Orang kebanyakan yang mengalami kejadian gerakan penyatuan kesadaran dengan cahaya atman ini banyak sekali yang melewatkannya begitu saja dan bahkan ada yang sama sekali tidak sadar dengan adanya pengalaman ini. Karena durasinya berbeda-beda dan bisa berlangsung sangat cepat. Tapi anda yang memiliki pengetahuan dharma, hendaknya memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya.
Bagi mereka yang semasa hidup cenderung lebih banyak karma buruk-nya, mementingkan diri sendiri, apalagi berisi sering iri hati, marah-marah, benci, penuh keterikatan, dsb-nya. Sehingga di moment kematian samskara atau kecenderungan pikirannya masih banyak nodanya, parama-jyotir atau cahaya atman ini sangat mungkin muncul sekelebatan saja, amat sangat sebentar. Setelah itu segalanya akan gelap dan dia akan memasuki kondisi sushupti [tidur lelap tanpa mimpi].
Sebaliknya bagi mereka yang semasa hidup banyak karma baik-nya, tidak mementingkan diri sendiri, sabar, memaafkan tidak dendam, penuh kerelaan, dsb-nya. Sehingga di moment kematian samskara atau kecenderungan pikirannya cenderung sedikit nodanya, parama-jyotir atau cahaya atman ini sangat mungkin muncul dalam jangka waktu lebih panjang, memberikan atma kesempatan lebih baik untuk mengalami moksha.
Sekali lagi perlu dijelaskan bahwa setiap mahluk [hewan, manusia dan termasuk janin dan bayi] yang mati pasti juga akan sama mengalami proses ini. Yang menentukan keberhasilannya hanya satu, yaitu tingkat kesadaran masingmasing. Pada hewan atau manusia yang tingkat kesadarannya sangat rendah, hampir bisa dipastikan akan melewatkannya begitu saja. Artinya bisa sama sekali tidak sadar dengan adanya pengalaman ini.
Sumber: Buku Samsara, Perjalanan Sang Atma, Karya I Nyoman Kurniawan (Bab 5)
Sumber: Buku Samsara, Perjalanan Sang Atma, Karya I Nyoman Kurniawan (Bab 5)
0 Komentar