Tri Sandhya Dalam Sastra Kitab Agastya Parwa:  “… agelema ta sirāmujā, matrisandhyā, toyasnāna, bhasmasnāna, mantrasnāna, … (Agastya Parwa 396) Puja Tri sandhyā baru dikenal sekitar tahun 1950-an dalam buku buku Puja Tri Sandhyā oleh Prof. Pandit Shastri . Tri artinya tiga. Sandhya berasala dari akar kata sam (berhubungan) dan di(ditaruh) yaitu hubungan dua keadaan atau benda seperti hubungan antar waktu atau antar ruang. Sandhyā artinya hubungan antara waktu. Pertemuan antara waktu malam dengan pagi, antara waktu pagi dengan siang dan antara waktu siang dengan malam.

3 Waktu Tri Sandhya: Pagi hari disaat matahari terbit disebut “Brahma Muhurta” bertujuan menguatkan “guna Sattvam” menempuh kehidupan dari pagi hingga siang hari. Siang hari sebelum jam 12 sembahyang bertujuan untuk mengendalikan “guna Rajas” agar tidak menjurus ke hal-hal negatif. Sore hari sebelum matahari tenggelam sembahyang bertujuan untuk mengendalikan “guna Tamas” yaitu sifat-sifat bodoh dan malas.

Puja Trisandhya adalah persembahyangan pada saat pergantian waktu (pagi-siang-malam) yang bertujuan untuk menghilangkan aspek-aspek negatif yang ada pada manusia Disusun bukan dikarang. Intisari dari seluruh mantra-mantra suci Weda. Paling sesuai digunakan pada zaman Kali, di mana manusia dalam waktu hidup yang singkat harus berlomba dengan waktu demi memenuhi kebutuhan jasmaninya sehingga manusia tak punya banyak waktu untuk memenuhi kebutuhan rohani seperti yang dilakukan oleh Mahārṣi terdahulu sebagai contoh melakukan tapa yang cukup lama.

Puja Tri Sandhya telah mencakup segala jenis aspek dan pujian kepada Brahman atau Tuhan Yang Maha Esa dan di antaranya. Dengan melakukan Puja Tri Sandhya berarti kita telah melakukan Japa, karena kita telah mengucapkan mantra suci ‘Om’ dalam setiap baitnya yang berarti kita telah menyebut akṣara suci Tuhan secara berulang. Dimana kata ‘Om’ memiliki arti ‘Brahman’ Dengan melakukan Puja Tri Sandhya berarti kita telah mengakui dan memuji Keagungan Tuhan dalam bentuk pengucapan ‘mantra Gayatri’ yang terletak pada bait pertama Sumber Bait Dalam Tri Sandhya
Bait pertama bersumber dari salah satu Mantram Gāyatrī yang terdapat dalam kitab Rg Veda, III.62.10. 

Pada bait mantram dalam kitab Rg Veda kata bhur bhuvah svah tidak ada. Tambahan kata bhur bhuvah svah itu terdapat dalam kitab Yajur Veda Putih, 36.3. Mantra Gāyatrī atau Gāyatrī Mantram adalah mantram yang paling utama dan paling mulia diantara semua mantra à ibu mantram Bait kedua, bersumber dari salah satu dari suatu rangkaian mantram yang panjang disebut Catur Veda Sirah (Empat Veda Kepala). Catur Veda Sirah adalah salinan dari kitab Narayana Upanisad. Memuja Tuhan sebagai Narayana, Tuhan yang suci tanpa noda.

Bait ketiga bersumber dari Siwa Astawa, puja kedua, yaitu mantram pemujaan kepada Dewa Siwa sebagai sebutan Tuhan dalam berbagai-bagai sebutan Bait keempat, kelima dan keenam bersumber dari kumpulan mantra yang sama yaituKsamamahadevastuti 2-5, tersebar dalam Wedasanggraha.
Bait keempat adalah sebagai pengakuan bahwa diri serba hina dan memohon agar Tuhan melindungi dan membersihkan dari segala noda.

Bait kelima, pemuja memohon ampun dan memohon agar dibebaskan dari semua papa, semua kehinaan dan dosa. Pemuja mohon untuk dijaga karena Ialah penjaga semua makhluk dan penguasa tertinggi atas segala yang ada. Bait keenam, pemuja memohon ampun atas segala dosa dari anggota badan, kata-kata dan pikiran. Struktur Tiap Bait Dalam Tri Sandhya Bait keempat adalah pengakuan , Bait kelima dan keenam adalah permohonan dan Bait pertama, kedua dan ketiga adalah pujian.

Bait Pertama
Om Om Oṁ
Bhūr bhuvaḥ svaḥ
tat savitur vareṇyaṁ
bhargo devasya dhīmahi
dhiyo yo naḥ pracodayāt

Om Sang Hyang Widhi, kami menyembah kecemerlangan dan kemahamuliaan Sang Hyang Widhi yang menguasai bumi, langit dan sorga, semoga Sang Hyang Widhi menganugrahkan kecerdasan dan semangat pada pikiran kami.

Dengan mengucapkan mantra ini berarti kita telah mengakui keagungan Tuhan yang telah memberi manusia kecerdasan dan pengetahuan yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling beruntung

Oṁ nārāyaṇa evedaṁ sarvaṁ
yad bhūtaṁ yac ca bhavyam
niṣkalaṅko nirañjano nirvikalpo
nirākhyātaḥ śuddho  devo eko
nārāyaṇaḥ  na dvitīyo ‘sti kaścit

Om Sang Hyang Widhi, semua yang ada berasal dari Sang Hyang Widhi baik yang telah ada maupun yang akan ada, Sang Hyang Widhi bersifat gaib tidak ternoda tidak terikat oleh perubahan, tidak dapat diungkapkan, suci, Sang Hyang Widhi Maha Esa, tidak ada yang kedua.

Mengakui ‘Tuhan hanya satu dan merupakan sumber dari segalanya’ dan beliau disebut ‘Narayana’

Oṁ tvaṁ śivaḥ tvaṁ mahādevaḥ
īśvaraḥ parameśvaraḥ
brahmā viṣṇuśca rudraśca
puruṣaḥ parikīrtitāḥ

Om Sang Hyang Widhi, Engkau disebut Siwa yang menganugrahkan kerahayuan, Mahadewa (dewata tertinggi), Iswara (mahakuasa). Parameswara (sebagai maha raja diraja), Brahma (pencipta alam semesta dan segala isinya), Visnu (pemelihara alam semesta beserta isinya), Rudra (yang sangat menakutkan) dan sebagai Purusa (kesadaran agung).

Tuhan itu Maha Kuasa dan memiliki banyak manifestasi atau nama (visvarupam)

Bait Keempat
Oṁ pāpo ‘haṁ pāpakarmāhaṁ
pāpātmā pāpasaṁbhavaḥ
trāhi māṁ puṇḍarīkākṣaḥ
sabāhyā bhyantaraḥ ‘śuciḥ

Om Sang Hyang Widhi, hamba ini papa, perbuatan hambapun papa, kelahiran hamba papa, lindungilah hamba Sang Hyang Widhi, Sang Hyang Widhi yang bermata indah bagaikan bunga teratai, sucikan jiwa dan raga hamba. Mengakui kesalahan dan dosa yang telah kita perbuat. Sehingga pada bait ini kita memohon perlindungan diri kepada Tuhan dan memohon kesucian jiwa dan raga.

Pemuja mengatakan dirinya serba hina serba kurang serba lemah. Hina kerjanya, hina diri pribadinya, hina lahirnya. Karena itu ia mohon kepada Tuhan untuk dilindungi dan dibersihkan dari segala noda. Tuhanlah pelindung tertinggi dan Tuhanlah melimpahkan kesucian untuk dia yang setia mengamalkan ajaran-Nya.

Oṁ kṣamasva maṁ mahādevaḥ
sarva prāṇi hitaṅkaraḥ
maṁ moca sarva pāpebhyaḥ
Pālayasva sadāśiva

Om Sang Hyang Widhi, ampunilah hamba, Sang Hyang Widhi yang maha agung anugrahkan kesejahteraan kepada semua makhluk. Bebaskanlah hamba dari segala dosa lindungilah hamba Om Sang hyang Widhi. Dalam mantram ini pemuja mengatakan pengakuannya bahwa ia adalah mahluk yang lemah

Mengakui bahwa Tuhan adalah Maha Pelindung dan Penyelamat yang akan mengampuni seluruh dosa dalam wujud Beliau sebagai Sadā Śiwa

Oṁ kṣantavyaḥ kāyiko doṣaḥ
kṣantavyo vāciko mama
kṣantavyo mānaso doṣaḥ
tat pramādāt kṣamasva mām

Om Sang Hyang Widhi, ampunilah dosa yang dilakukan oleh badan hamba, ampunilah dosa yang keluar melalui kata kata hamba, ampunilah dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelalaian hamba.

Dalam bait ini disebutkan, apa saja dosa anggota badan, apa saja dosa kata-kata dan apa saja dosa pikiran, pemuja memohon kepada Tuhan untuk diampuni. Manusia tidak dapat bebas dari dosa karena ia diselubungi oleh khilaf dan lalai. Bila seseorang dapat membersihkan diri dengan amal kebajikan maka kabut kekhilafan yang menyelubungi sang diri akan menipis dan akan memancarkan cahaya kesucian dari sang diri yang meng-antar seseorang ke alam kesadaran. Atas dasar ini kelepasan akan lebih mudah diperoleh.

Om Santih Santih Santih OM